Prabowo Heran Masih Ada yang Nyinyir Soal Kesepakatan Tarif Impor dengan Donald Trump
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto merasa heran masih ada yang nyinyir dengan hasil negosiasi tarif impor dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo saat pidato di Hari Lahir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-27 di Jakarta World Conference Middle (JICC), 23 Juli 2025.
Prabowo mengatakan situasi di dunia sedang tidak baik. Ia menegaskan berupaya agar Indonesia menjaga standing non-blok. Di bidang ekonomi, semua negara sedang menghadapi Amerika Serikat dengan tarif impornya.
Prabowo mengungkapkan Amerika Serikat alot dalam negosiasi. Namun ia memiliki tanggung jawab menjaga agar tidak ada PHK pekerja dalam negeri.
“Karena itu ya saya bermusyawarah, saya negosiasi, selalu ada yang nyinyir. Jadi gimana ya? Kita perlu kritik, kita perlu pengawasan tapi kalau nyinyir agak lain. Kita enggak ada yang bener gitu, kita mau kerja baik enggak ada yang bener,” kata Prabowo.
Ia pun mengingat kembali ketika program makan bergizi free of charge dikritik dan dipertanyakan banyak pihak. “Malah ada yang dipertanyakan, mau makan bergizi free of charge atau pendidikan free of charge,” ujarnya.
Padahal, kata Prabowo, Undang-Undang Dasar 1945 mewajibkan pendidikan free of charge bagi semua anak-anak Indonesia. Sehingga tidak bisa dipertentangkan. “Jangan dipertentangkan, tapi anak-anak yang lapar tidak boleh dibiarkan lapar, dia masa depan kita,” kata dia.
Sebelumnya, Amerika Serikat mengumumkan poin-poin kesepakatan tarif impor yang disepakati Presiden Donald Trump dan Presiden Prabowo Subianto pada negosiasi pada 15 Juli 2025. Dalam keterangan resmi joint commentary yang dirilis Gedung Putih, ketentuan utama dari perjanjian perdagangan timbal balik antara Amerika Serikat dan Indonesia, antara lain Indonesia akan menghapus sekitar 99 persen hambatan tarif untuk berbagai produk industri, makanan, dan pertanian asal AS yang diekspor ke Indonesia.
“Amerika Serikat akan menurunkan tarif timbal balik menjadi 19 persen, sebagaimana diatur dalam Govt Order 14257 tanggal 2 April 2025, terhadap barang asal Indonesia,” tulis rilis Gedung Putih pada 22 Juli 2025.
Amerika Serikat dan Indonesia juga akan sepakat menghapus hambatan untuk barang asal AS, termasuk persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Kesepakatan juga memuat menghapus syarat pelabelan untuk produk Amerika yang masuk ke Indonesia. “Indonesia juga akan menghapus hambatan ekspor Amerika, termasuk melalui pencabutan pembatasan impor atau izin terhadap barang Amerika dan komponennya; penghapusan persyaratan inspeksi atau verifikasi pra-pengapalan; serta penerapan praktik regulasi yang baik,” ujar Gedung Putih.
Peneliti dan dosen ekonomi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Listya Endang Artiani mengatakan ada ketimpangan mencolok dalam kesepakatan tarif impor Indonesia dan Amerika Serikat (AS) hasil negosiasi Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden AS Donald Trump. Menurut Listya, kesepakatan itu justru cenderung menguntungkan AS, alih-alih kedua belah pihak.
“Salah satu aspek paling krusial dari kesepakatan dagang antara Presiden Prabowo dan Presiden AS Donald Trump adalah ketimpangan dalam struktur tarif yang disepakati,” kata Listya dalam keterangan tertulis kepada Pace, Jumat, 18 Juli 2025.
Menurut Listya, sekilas kesepakatan ini tampak sebagai pencapaian positif yang berpotensi meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Namun jika ditelaah lebih dalam, terdapat elemen ketimpangan yang sangat mencolok, yakni bahwa barang-barang dari Amerika Serikat akan masuk ke pasar Indonesia tanpa tarif dan tanpa hambatan non-tarif.
“Dalam istilah dagang internasional, ini bukan lagi simbiosis mutualisme, melainkan lebih menyerupai jalan satu arah,” kata dosen di Fakultas Bisnis dan Ekonomika, UII, Yogyakarta, ini.
Pilihan Editor: Untung-Rugi Kesepakatan Akhir Tarif Trump