Logo

Fadli Zon Minta Peristiwa Konflik Antar Etnis Ditulis Bijaksana


TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyinggung soal sensitifitas konflik antar etnis dalam penulisan ulang sejarah. Dia mengatakan tragedi buruk karena perbedaan etnis yang pernah terjadi di masa silam harus ditulis dengan hati-hati.

Menurut dia, tujuan suatu peristiwa dicatat dalam sejarah adalah agar kejadian di masa lalu tidak terulang kembali di masa depan. “Misalnya ada konflik antara etnis satu dengan etnis yang lain, tentu kita juga harus menggambarkan ini dengan knowledge-nya para sejarawan,” kata dia dalam pembukaan uji publik draf revisi sejarah di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 25 Juli 2025.

Oleh karena itu, Fadli berujar, yang perlu ditekankan dalam menulis sebuah peristiwa perselisihan adalah menggambarkan peristiwa tersebut, bukan mencari-cari siapa salah dan siapa yang benar. “Dari pada itu, kan lebih bagus dalam konteks keindonesiaan, kita belajar peristiwanya memang terjadi dan seharusnya we be informed from them,” kata dia. 

Politikus Gerinda ini juga menyebut objektivitas tersebut dilakukan murni agar bangsa Indonesia bisa belajar dari masa lalu. Ia menepis bahwa hal itu dilakukan sebagai bagian dari upaya rezim memutihkan dosa masa lalu. “Jadi bukan diperhalus. Tapi kalau misalnya kita bicara tentang etnik konflik, harus ada knowledge.”

Adapun Fadli sebelumnya sempat menuai banyak kritik dari publik saat mengutarakan rencananya mengubah penggunaan kalimat pemerkosaan massal untuk mencatatkan tragedi pemerkosaan pada mayoritas perempuan Tionghoa di kerusuhan Mei 1998.

Saat ini, naskah nasional yang direncanakan akan menjadi hadiah ulang tahun Indonesia ke 80 nanti telah rampung. Kementerian Kebudayaan tengah menggelar rangkaian tur uji publik terbuka untuk mensosialisasikan isi naskah tersebut sebelum diterbitkan. Uji publik akan dilakukan sampai 4 Agustus 2025. 

Dalam menggarap proyek ini, pemerintah menggandeng 112 sejarawan yang terdiri dari berbagai spesifikasi berbeda seperti arkeologi, antropologi, hingga arsitektur dari berbagai wilayah Indonesia. Mereka menghasilkan 10 jilid dengan overall 5.536 halaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *