Gus Ipul Sebut DNIKS Jadi Tulang Punggung Ekosistem Kesejahteraan Sosial
INFO NASIONAL — Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan posisi strategis Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) sebagai mitra pemerintah sekaligus tulang punggung ekosistem kesejahteraan sosial di Indonesia. Hal itu ia sampaikan saat acara hari ulang tahun (HUT) ke-58 DNIKS, di Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI, pada Jumat, 27 Juli 2025.
“DNIKS adalah tulang punggung ekosistem kesejahteraan sosial Indonesia yang menghubungkan, menopang, dan memperkuat seluruh elemen masyarakat dari pusat hingga daerah serta menjadi katalisator perubahan, Mempercepat energi, menggerakkan potensi sosial, dan mempertemukan niat baik menjadi aksi nyata,” kata pria yang akrab disapa Gus Ipul itu.
Ia mengatakan, DNIKS telah mengkoordinasikan 100 lebih ormas-ormas yang semuanya terlibat dalam peningkatan kesejahteraan sosial. “Ada yang kelompok difabel, lansia, dan kelompok-kelompok lain yang semuanya itu memerlukan dukungan agar mereka bisa menjadi lembaga yang kredibel, lembaga yang terakreditasi. Nah itulah salah satu nanti yang akan dibantu oleh DNIKS,” kata Gus Ipul.
Ia secara khusus mengapresiasi kesediaan Hashim Djojohadikusumo sebagai Ketua Badan Penasehat DNIKS. Ia menyebut Hashim sebagai sosok yang telah lama aktif memperjuangkan kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas.
Ia juga menegaskan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menjadi mandat bagi Kementerian Sosial (Kemensos) yakni memuliakan wong cilik dan menjangkau yang tidak terjangkau. DNIKS menjadi mitra penting dalam misi besar tersebut.
Gus Ipul menyebut UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial sebagai dasar kuat peran serta masyarakat. DNIKS, menurutnya, adalah bentuk nyata pelaksanaan pasal 42 UU tersebut.
“Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial oleh masyarakat diwujudkan dengan membentuk satu lembaga koordinasi kesejahteraan sosial non-pemerintah, dan bersifat terbuka, independen, serta mandiri Ini sesuai apa yang tadi sudah disinggung oleh Pak Ketua Umum DNIKS,” jelasnya.
Dalam struktur nasional, DNIKS berperan sebagai Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) tingkat pusat. Adapun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, peran ini dijalankan oleh LKKS daerah. Bersama-sama, mereka membina ribuan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) seperti LKS Anak, Disabilitas, Lansia, dan kelompok rentan lain.
Menurutnya, DNIKS juga memiliki peran fasilitator yang menjembatani harapan rakyat dengan kekuatan gerakan sosial, menyatukan suara, masyarakat sipil, hingga kebijakan strategis negara. Tantangan ke depan, menurutnya, adalah akreditasi lembaga sosial dan peningkatan kualitas SDM.
“Saya ingin mengajak DNIKS mengkoordinasikan LKS, untuk bisa kita akreditasi. Panti-panti asuhan mari kita akreditasi, lembaga dan sumber dayanya. Supaya lebih profesional. Kemudian panti asuhan tidak menjadi kedok bagi orang yang hanya ingin dapat donasi. Atau bahkan bisa jadi hanya dibuat bungkus untuk melakukan kekerasan seksual,” tegas Gus Ipul.
Ketua Badan Penasihat DNIKS, Hashim Djojohadikusumo menyerukan agar DNIKS aktif mendorong lahirnya perda disabilitas di seluruh kabupaten/kota.
“Tidak cukup di pusat. Misalnya ada tarif khusus naik bus untuk disabilitas, gedung-gedung yang harus menyesuaikan dengan kaum disabilitas, punya misalnya (fasilitas) kursi roda,” kata Hashim.
Ketua Umum DNIKS, A. Effendy Choirie mengisahkan lahirnya DNIKS pada 1967 sebagai respons terhadap ketimpangan sosial dan hasil pemikiran para delegasi undangan Convention of World Council on Social Welfare (ICSW) di Washington D.C.
Adapun delegasi tersebut, Mr. Soemantri Praptokoesomo, Pasila, Djajat Dradjat, Alwi Sutan Osman, Dr. Salekan, Ijas Suahnada dan Narasaruddin Latif.
“Berbagai negara hadir. Semua berbicara tentang dunia sedang galau karena kemiskinan ada di setiap negara, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu mereka bersepakat mendirikan organisasi Bernama DNIKS, organisasi sosial pelopor yang fokus pada kesejahteraan sosial,” kata Choirie.
DNIKS, lanjutnya, lahir bukan sebagai tandingan pemerintah, melainkan untuk membantu seluruh program kebijakan kesejahteraan sosial pada pemerintah. “Sejak awal organisasi ini didisain membantu pemerintah. Bukan untuk menjadi tandingan pemerintah,” kata dia.
Ia menegaskan bahwa momentum 58 tahun ini harus menjadi refleksi dan konsolidasi. Selian itu harus bersatu dalam satu barisan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di Indonesia. (*)