Mengenal 17 Tokoh Perempuan Indonesia Selain Kartini
TEMPO.CO, Jakarta – Hari Kartini diperingati setiap 21 April sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan R.A. Kartini dalam memajukan perempuan melalui pendidikan. Namun Kartini bukan satu-satunya perempuan yang memiliki kontribusi besar terhadap bangsa.
Selain Kartini, ada banyak perempuan hebat yang telah berkontribusi dalam sejarah bangsa. Dari medan perang, pendidikan, hingga aktivisme sosial, mereka semua membuktikan bahwa perempuan Indonesia memiliki peran besar dalam membentuk negeri ini.
Dikutip dari Antara, berikut 17 tokoh perempuan yang tak kalah berjasa dalam perjuangan bangsa Indonesia:
Sebagai pendiri organisasi Aisyiyah dan istri KH Ahmad Dahlan, Siti Walidah aktif mendorong kesetaraan perempuan dalam pendidikan dan keagamaan. Ia menjadi pilar penting dalam gerakan Muhammadiyah dan diakui sebagai Pahlawan Nasional pada 1971.
2. Andi Depu Maraddia Balanipa
Tokoh dari Mandar, Sulawesi Barat, yang mempertahankan kemerdekaan saat penjajahan Jepang ini mengibarkan bendera Merah Putih dan memimpin rakyat dalam perjuangan. Presiden Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 2018.
Rasuna Mentioned, seorang orator ulung dari Sumatra Barat, menyuarakan emansipasi dan hak-hak kaum pribumi melalui organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Namanya kini diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta.
4. Martha Christina Tiahahu
Gadis pemberani dari Maluku ini ikut berperang bersama ayahnya sejak usia belia. Ia ditangkap dan meninggal di kapal dalam perjalanan ke Jawa pada usia 18 tahun. Jenazahnya dibuang ke laut, menjadikannya simbol pengorbanan pejuang muda.
Dikenal sebagai srikandi Aceh, Minimize Nyak Dhien melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Umar, melawan Belanda. Ia memimpin perang gerilya hingga akhirnya ditangkap dan diasingkan. Semangat perlawanan dan kepemimpinannya dikenang sepanjang masa.
Setelah suaminya gugur, Minimize Meutia memimpin perlawanan di Aceh melawan Belanda. Strategi gerilyanya berhasil mempertahankan semangat rakyat hingga ia sendiri gugur dalam pertempuran pada 1910.
Tokoh asal Minahasa, Sulawesi Utara, yang mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) untuk mengedukasi perempuan dalam bidang rumah tangga dan pendidikan anak. Ia menjadi pelopor hak perempuan di tanah Minahasa.
Lahir di Bandung, Dewi Sartika mendirikan Sekolah Kautamaan Istri pada 1904 dengan tujuan memberikan pendidikan dasar bagi perempuan. Ia percaya bahwa perempuan yang terdidik dapat berkontribusi lebih pada keluarga dan masyarakat. Atas jasanya di bidang pendidikan, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 1966.
Keumalahayati adalah panglima wanita Kesultanan Aceh yang memimpin 2.000 pasukan Inong Balee. Ia berhasil membunuh Cornelis de Houtman dan menjadi satu-satunya panglima perempuan di Nusantara yang memimpin langsung di medan perang.
Dari Minangkabau, Siti Manggopoh memimpin Perang Belasting melawan pajak yang diberlakukan Belanda. Keberaniannya membuatnya dikenal sebagai simbol perlawanan rakyat Agam, Sumatera Barat.
Perempuan tua yang tetap gagah di medan perang ini adalah keturunan Sunan Kalijaga dan menjadi penasihat militer Pangeran Diponegoro. Bahkan di usia 73 tahun, ia masih memimpin pasukan.
Tokoh dari Sulawesi Selatan ini aktif melawan penjajah Belanda dan NICA. Ia memimpin pemuda-pemuda lokal dan dikenal karena keberanian serta komitmennya terhadap kemerdekaan. Ia pun ditangkap dan disiksa, namun tidak pernah menyerah.
Istri dari Ki Hajar Dewantara ini mendirikan Wanita Taman Siswa, organisasi yang berfokus pada pendidikan perempuan. Ia menjadi mitra penting dalam mengembangkan pendidikan berbasis nasionalisme dan budaya.
Istri Sultan Hamengkubuwono I ini membentuk pasukan Esti Langenkusumo yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. Perannya sebagai pemimpin militer perempuan di masa kolonial menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah Yogyakarta.
Sebagai jurnalis dan aktivis, S.Okay. Trimurti memperjuangkan hak pekerja dan perempuan. Ia menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia dan menerima berbagai penghargaan seperti Satyalancana Perjuangan dan Bintang Mahaputera.
Istri Bung Karno dan anggota Nasyiatul Aisyiyah Bengkulu ini menjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada Proklamasi 1945. Ia juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan dikenang sebagai Ibu Negara pertama Indonesia.
Sultanah dari Kerajaan Samudera Pasai ini memimpin kerajaan Islam di abad ke-15. Ia membuktikan bahwa perempuan mampu memimpin dan memajukan peradaban di tengah dominasi laki-laki.
Pilihan Editor: Merekam Kartini dalam Warisan Ingatan Dunia