MK Gelar Sidang Uji Materi UU TNI soal Militer Boleh Berbisnis dan Berpolitik Besok
TEMPO.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang permohonan uji materi atau judicial evaluation UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang diajukan oleh perwira TNI aktif Kolonel Sus Mhd Halkis pada besok, Jumat, 25 April 2025. Jadwal sidang ini juga sudah diunggah melalui situs resmi mkri.identification.
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan permohonan uji materi yang diajukan tentara aktif itu tak kalah membahayakan dengan disahkannya UU TNI yang baru. Permohonan ini diajukan oleh perwira aktif ketika DPR dan pemerintah sedang membahas revisi UU TNI.
Al Araf menyimpulkan, ada empat tuntutan yang diajukan dalam permohonan itu. “Yaitu TNI boleh dipilih dalam pemilu, TNI boleh memilih, militer boleh berbisnis, dan militer boleh menduduki jabatan sipil,” katanya dalam diskusi bold bersama Pusat Riset Politik BRIN pada Kamis, 24 April 2025.
Dia mengatakan, sidang yang digelar MK besok perihal dismissal procedure. Bila permohonan itu diterima oleh hakim konstitusi, ujarnya, maka Indonesia akan mengalami kemunduran. “Ini masalah serius karena militer akan boleh berpolitik dan berbisnis,” ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil kini sedang mengajukan sebagai pihak terkait untuk menghadapi sidang judicial evaluation UU TNI tersebut. Centra Initiative, lembaga yang berfokus pada isu keamanan, bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil.
“Ini kerja berat, karena waktunya pendek. Kami akan lihat pada sidang besok, apakah gugatan kolonel itu diterima atau tidak. Kalau diterima, akan menjadi pertarungan lanjutan di MK,” ucap Al Araf.
Adapun Kolonel Sus Mhd Halkis mendaftarkan permohonan uji materinya ihwal UU TNI ke MK lewat kuasa hukumnya, Izmi Waldani. “Uji materi UU TNI diajukan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan mengekang hak prajurit sebagai warga negara,” ujar Halkis dalam keterangannya pada Sabtu, 15 Maret 2025, seperti dilansir dari Antara.
Dia mempersoalkan Pasal 2 huruf D UU TNI 34/2004. Beleid itu mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik, tidak berbisnis, serta dijamin kesejahteraannya.
Menurut dia, pendefinisian itu tidak tepat secara logika karena hanya mejelaskan apa yang tidak boleh dilakukan oleh tentara. Menurut dia, ada kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme tentara.
Dia juga menguji Pasal 39 ayat 3 UU TNI ihwal larangan berbisnis bagi prajurit militer. Dia menilai, aturan itu bertentangan dengan amanat konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Kemudian, dalam permohonannya, tentara aktif ini menguji Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang membatasi jabatan sipil untuk prajurit aktif. Menurut dia, aturan itu tidak sejalan dengan prinsip meritokrasi dan bertentangan atas hak yang menjamin setiap warga negara memperoleh kesempatan setara dalam pemerintahan.
Pilihan Editor: Teror Tentara Setelah Revisi UU TNI