Ratusan Pelajar SMA Jalani Pendidikan di Barak Militer, Lembang, Jawa Barat

Istana Beri Lampu Hijau Kebijakan Mengirim Anak Nakal ke Barak Militer


TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Conversation Workplace/ PCO) Hasan Nasbi mengatakan pemerintah pusat memperbolehkan kebijakan mengirim siswa bermasalah ke barak militer. Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi itu diizinkan sepanjang tidak melanggar aturan.

“Sepanjang tidak melanggar aturan, tidak melanggar hak-hak anak, tidak melanggar hak-hak mereka, itu bisa,” kata dia usai mengikuti diskusi Gerakan Milenial Pencinta Tanah Air (Gempita) bertajuk ‘Ada Apa dengan Prabowo’ di Jakarta pada Sabtu, 10 Mei 2025.

Hasan mengatakan pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk menjalankan sektor pendidikan sebagai bagian dari desentralisasi. Menurut Hasan, inisiatif daerah jangan langsung ditolak, tapi harus dikritik jika dianggap melenceng.

Direktur Eksekutif Maarif Institute Andar Nubowo mengatakan pendekatan militerisasi terhadap pelajar berpotensi merusak sistem pendidikan secara struktural.

Menurut dia, kebijakan pengiriman siswa ke barak militer telah bertentangan dengan arah reformasi pendidikan nasional. Sebab, kata dia, komitmen pemerintah pusat saat ini menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran.

Komitmen ini pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti. Arah visi pendidikan Tanah Air menempatkan setiap anak sebagai subjek yang berhak atas lingkungan belajar yang aman, merata, dan menghargai keberagaman.

Andar menilai, fashion militeristik dalam dunia pendidikan justru memperkuat logika kekuasaan. Pendekatan itu dinilai menekankan kepatuhan dan intimidasi. “Ini tidak hanya menghambat pertumbuhan psikososial anak, tapi secara langsung bertentangan dengan semangat pendidikan,” kata Andar dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 10 Mei 2025.

Dia mengatakan, kebijakan Dedi Mulyadi yang mengirim siswa ke barak militer telah mengembalikan dunia pendidikan pada pola lama, yaitu represif dan eksklusif. Dia menyatakan kebijakan ini juga melanggar prinsip dasar yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. “Suatu kemunduran yang tidak boleh dinormalisasi,” katanya.

Selain itu, menurut dia, kebijakan militerisasi terhadap pelajar berdampak buruk pada pembentukan identitas remaja. Andar mengatakan pendekatan ala militer memperkuat label nakal pada anak tanpa adanya ruang pemulihan.

“Tanpa mekanisme conversation dan dukungan emosional, siswa justru kehilangan kepercayaan terhadap guru, sekolah, dan institusi pendidikan,” ujarnya.

Maarif Institute juga mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memberi arahan tegas dan pendampingan kebijakan kepada pemerintah daerah. Tujuannya agar penyelenggaraan pendidikan di daerah bisa selaras dengan visi nasional.

Adapun gagasan Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.

 

Novali Panji Nugroho berkonstribusi dalam tulisan ini

Pilihan editor: Alasan Menteri HAM Setuju Anak Nakal Dikirim ke Barak Militer secara Nasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *