Logo

6 Kasus Mafia Tanah dari Mbah Tupon hingga Rudy Yusuf


TEMPO.CO, Jakarta – Aksi mafia tanah kembali mencuat ke permukaan setelah Pemerintah Kabupaten Bantul, Yogyakarta menerima laporan kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah di wilayah Kecamatan Kasihan. Laporan ini muncul tak lama setelah kasus viral yang menimpa Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, yang diduga menjadi korban mafia tanah.

Kasus Mbah Tupon dan Briyan Manov Krisna Huri

Mbah Tupon diketahui kehilangan hak atas tanah seluas 1.655 meter persegi, yang tiba-tiba beralih nama menjadi milik orang lain dan dijadikan agunan kredit senilai Rp1,5 miliar tanpa sepengetahuannya. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Yogyakarta, dan hingga kini keluarga korban masih menanti keadilan.

Logo

“Kami sudah menerima surat laporan dari korban dan memerintahkan Bagian Hukum untuk melakukan investigasi yang sama (dengan kasus Mbah Tupon),” kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat menghadiri agenda di Parasamya Bantul, Senin, 5 Mei 2025 seperti dilansir dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi laporan ini kami segera tindaklanjuti dalam waktu dua tiga hari ini, informasi lebih lanjut sudah bisa kami terima dan juga prosedur sama (dengan kasus Mbah Tupon), kita akan melaporkan ke polisi agar ada proses hukum lebih lanjut,” katanya, saat itu.

Tak berselang lama, muncul laporan serupa dari Briyan Manov Krisna Huri (35), warga Kasihan lainnya, yang mengaku sertifikat tanah miliknya seluas 2.275 meter persegi juga berpindah tangan tanpa izin dan dijadikan jaminan di bank. Pemerintah Kabupaten Bantul menyatakan tengah melakukan investigasi dan memberikan pendampingan hukum kepada korban melalui Bagian Hukum Setda.

Kasus Mafia Tanah di Grobogan dan Semarang

Di Jawa Tengah, Satgas Anti Mafia Tanah mengungkap dua kasus besar. Di Grobogan, seorang pengusaha berinisial DB diduga memalsukan dokumen untuk mengambil alih tanah milik PT ALIB dan membangun kantor tanpa izin di lahan yang direncanakan sebagai kawasan industri. Potensi kerugian kasus ini mencapai Rp3,41 triliun, menjadikannya salah satu kasus terbesar yang pernah terungkap.

Sementara di Kota Semarang, kasus penipuan dan penggelapan tanah kavling menimpa sejumlah individu, dengan total kerugian mencapai Rp 1,8 miliar. Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan pentingnya kehati-hatian masyarakat dalam transaksi tanah serta peran aktif notaris dan pejabat pertanahan untuk mencegah praktik mafia tanah.

“Banyak kasus yang sekopnya (target korbannya) individu. Bagi sebagian kalangan mungkin kerugiannya tidak terlalu besar, tapi bagi masyarakat ini bisa besar besar sekali,” kata AHY. 

AHY menuturkan, kasus yang terjadi di Grobogan berupa pemalsuan dokumen untuk pengambilalihan hak tanah milik PT ALIB oleh tersangak DB. Selain itu, DB yang merupakan Bos PT AAA membangun kantor tanpa izin. Walhasil, lahan yang rencananya bakal dibangun pabrik menjadi objek sengketa.

“Potensi kerugian dari kasus ini kurang lebih Rp 3,41 triliun. Kami hitung berdasarkan terhambatnya rencana investasi dan rencana pembangunan kawasan industri,” kata AHY dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kementerian ATR BPN, Senin, 15 Juli 2024. Ia menyebut kasus mafia tanah Grobogan ini sebagai kasus terbesar yang diungkap Satgas.

Tragedi Puluhan Tahun Rudy Yusuf di Bogor

Kasus lain yang menyita perhatian publik datang dari Kota Bogor. Rudy Yusuf, pensiunan ASN berusia 72 tahun, mengaku tanah warisan keluarganya seluas lebih dari 9 hektare di Katulampa, tepat di belakang perumahan elite, disertifikatkan atas nama orang lain melalui akta wakaf palsu dari seseorang yang telah meninggal pada tahun 1864—bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Rudy mengatakan bukti alas hak girik dan leter C tanah yang menjadi sengketa di kelurahan masih nama kakenya dan belum berubah hingga saat ini. Namun pada 1991 muncul sertifikat tanah atas nama orang lain melalui akte pengganti wakaf dari orang yang sudah meninggal sejak 1864. “Negara kita aja belum berdiri,” kata Rudy kepada Tempo, Ahad 3 April 2022.

Meski telah menempuh berbagai jalur hukum dan memenangkan beberapa gugatan, kasus ini terus berlanjut karena pihak lawan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kuasa hukum Rudy juga mempertanyakan penerbitan sertifikat oleh BPN meskipun girik dan leter C masih atas nama keluarga mereka. Gugatan pembatalan sertifikat dan laporan pidana kini tengah dipersiapkan.

Kuasa Hukum dari ahli waris Mansoer Rd, H. Dalam, kakek Rudy Yusuf, Aum Muharam mengatakan demi mendapat keadilan dan kejelasan kepemilikan lahan tersebut, pihaknya sudah melakuan pelbagai jalur hukum. Mulai dari gugatan ke pengadilan, gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau TUN, hingga kasasi dan semuanya berhasil dimenangkan.

“Meski kami menang di beberapa pengadilan, namanya mafia mereka ajukan kasasi kembali ke MA. Kami sedang berjuang melawan itu, karena kami yakin klien kami lah pemilik sah lahan itu,” ucap Aum.

Kasus Mafia Tanah di Bekasi, Jawa Barat

Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dua kasus tindak pidana pertanahan berhasil diungkap. Kasus pertama melibatkan lima tersangka berinisial RA, RBS, OS, IS, dan D yang bekerja sama memalsukan akta jual beli (AJB) sebidang tanah. Tanah tersebut ditawarkan kepada korban senilai Rp 4.072.000.000. Setelah korban menyerahkan dana, ternyata salinan AJB tersebut palsu dan tidak tercatat di buku Reportorium, menyebabkan korban tidak dapat menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut. 

“Di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, terdapat 2 kasus tindak pidana pertanahan yang sangat meresahkan masyarakat,” kata AHY dalam konferensi pers Ekspose Mafia Tanah di Polres Metro Bekasi, Selasa, 15 Oktober 2024. 

Nilai kerugian korban mencapai Rp 4.072.000.000. Kasus kedua melibatkan dua tersangka, RD dan PS. RD meminta PS menduplikasi sertifikat tanah milik orang tuanya menjadi 39 sertifikat palsu, kemudian digunakan sebagai jaminan hutang kepada 37 korban. Nilai riil kerugian kasus ini mencapai Rp 3.900.000.000.000. Total kerugian yang dapat diselamatkan dari dua kasus tersebut mencapai Rp 183.563.890.260, terdiri dari riil loss, fiscal loss dari BPHTB dan PPh, serta potential loss.

pada kasus kedua terdapat dua orang tersangka berinsial RD, 31 Tahun dan PS, 57 Tahun. Dalam kasus ini RD meminta PS menduplikasi sertifikat tanah milik orang tuanya menjadi sebanyak 39 sertifikat, dibantu oleh RD. “Yaitu dengan melakukan perubahan pada atas nama pemegang hak NIB, nomor hak sertifikat dan nama pejabat,” kata AHY.

Tersangka RD kemudian menggunakan puluhan sertifikat itu untuk menjadi jaminan hutang kepada para korbannya yang berjumlah 37 orang. Riil Loss dalam kasus ini kurang lebih Rp 3.900.000.000.000. Jika ditotal, nilai kerugian dari dua kasus ini berkisar Rp 4.972.000.000.

Kasus Mafia Tanah di Jambi

Sementara itu, tiga kasus mafia tanah juga terungkap di Provinsi Jambi dengan objek tanah seluas 580.790 meter persegi. Potensi kerugian ditaksir mencapai Rp 1,19 triliun yang berasal dari harga tanah, nilai investasi usaha, dan potensi pendapatan negara dari pajak. Kejahatan dilakukan dengan modus pemalsuan dokumen agar pelaku dapat menguasai tanah yang bukan miliknya. 

“Potensi kerugiannya Rp 1,19 triliun, yang berasal dari harga tanah tersebut, nilai investasi usaha, termasuk pendapatan negara atas pajak,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY di Polda Jambi, Selasa, 25 Juni 2024, dikutip dari siaran pers.

AHY mengatakan kejahatan itu dilakukan dengan modus pemalsuan dokumen oleh pelaku demi menguasai tanah yang bukan miliknya. AHY juga mengatakan semua berkas perkara pertanahan ini sudah melewati tahap P21 atau sudah lengkap. “Saat ini dua kasus sedang dalam proses persidangan dan satu kasus sudah diputus pengadilan negeri,” ujarnya.

Riri Rahayu, Mahfuzulloh Al Murtadho, dan Adi Warsono turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *