Sorotan DPR Soal Kasus Eks Kapolres Ngada dan Grup Fantasi Sedarah
TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti serius penanganan kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang melibatkan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang hingga kini belum juga tuntas. Selain itu, DPR juga mendesak kepolisian untuk segera mengusut tuntas pengelola grup Fb Fantasi Sedarah yang menyebarkan konten inses.
Kasus Eks Kapolres Ngada, Penanganan Mandek, Tanggapan DPR
Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyuarakan kekhawatirannya kepada Komisi Hukum DPR RI terkait lambannya penanganan kasus eks Kapolres Ngada AKBP Fajar. Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) NTT, Asti Laka Lena, mengungkapkan bahwa berkas perkara kasus ini telah bolak-balik antara Kepolisian Daerah (Polda) NTT dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT selama lebih dari dua bulan sejak awal Maret 2025.
“Aliansi Peduli Perempuan dan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Komisi III DPR RI untuk mengawasi dan mengawal proses hukum AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sukmaatmaja, eks Kapolres Ngada,” tegas Asti dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III di gedung parlemen pada Selasa, 20 Mei 2025.
Asti Laka Lena, yang juga istri Gubernur NTT, mendesak agar proses hukum berjalan transparan, akuntabel, dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan struktural pelaku. Ia berharap Fajar dijatuhi hukuman penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia, serta meminta perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi.
Ketua Komisi Hukum DPR RI, Habiburokhman, menyatakan keresahannya. “Seharusnya enggak sulit, ini perkara yang bisa dengan cepat diproses sampai ke persidangan dan dihukum hukuman yang paling berat terhadap pelaku ini,” ujarnya.
Habiburokhman berjanji Komisi Hukum akan mengawal kasus ini dengan memanggil Kapolda dan Kajati NTT, serta Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), untuk rapat pada Kamis, 22 Mei mendatang. Ia juga berjanji akan mengirim tim tenaga ahli untuk memantau langsung jalannya persidangan.
Senada, Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, meminta agar kasus ini segera diadili di Kupang, NTT. “Kami minta supaya kasus ini dipercepat prosesnya dan diadili di Kupang,” kata Andreas. Ia berharap persidangan di Kupang dapat menjadi pengingat dan memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, terutama penegak hukum dan pejabat publik.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Komisi Kode Etik Polri juga telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya. Fajar terbukti melecehkan, merekam, dan mencabuli anak di bawah umur saat menjabat Kapolres Ngada.
Kasus ini terungkap setelah Kepolisian Australia melaporkan adanya video pencabulan anak yang diunggah ke situs pornografi, yang setelah ditelusuri berasal dari Kota Kupang. Polda NTT kemudian menemukan keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga menjadi penyedia anak di bawah umur untuk AKBP Fajar dengan imbalan Rp 3 juta.
Polda NTT mencatat ada empat korban pencabulan Fajar, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan satu orang dewasa berusia 20 tahun. Bukti-bukti yang telah dikumpulkan antara lain hasil visum, delapan rekaman video kekerasan seksual dalam bentuk CD, dan bukti pemesanan kamar resort. Berkas perkara kasus ini telah bolak-balik antara Polda dan Kejati NTT sejak 23 Maret 2025 karena dianggap belum lengkap.
Desakan Penangkapan Pengelola Grup Fantasi Sedarah
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, mendesak pihak kepolisian untuk segera menangkap pengelola grup media sosial Fb Fantasi Sedarah. Grup tersebut menjadi sorotan karena menyebarkan konten inses yang dinilai menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Kami dorong aparat penegak hukum untuk bisa mencari dan menemukan pengelola akun tersebut. Karena akun tersebut telah menyebarkan dan mengampanyekan penyimpangan orientasi sosial yang itu sangat bertentangan dengan budi pekerti bangsa Indonesia,” kata Nasir di kompleks parlemen pada Senin, 19 Mei 2025.
Nasir menegaskan bahwa tidak ada agama maupun nilai-nilai Pancasila yang membenarkan hubungan sedarah. Ia menyebut kampanye inses sebagai hal yang paling buruk dan sangat bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Polda Metro Jaya sendiri telah berkoordinasi dengan Direktorat Siber untuk menyelidiki grup “Fantasi Sedarah”. Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Roberto Pasaribu, mengonfirmasi bahwa grup tersebut telah dihapus oleh Meta karena melanggar aturan.
Sebelumnya, grup Fb ini sempat menghebohkan warganet karena ribuan anggotanya membagikan pengalaman menyimpang terkait hubungan sedarah. Terkait isu serupa, Polrestabes Medan juga telah menangkap kakak beradik pasangan inses yang membuang mayat bayinya menggunakan ojek bold.