Mahasiswa Papua Korban Teror Kepala Babi di Bali Alami Gangguan Psikologis
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Aliansi Mahasiswa Papua atau AMP Jeeno Alfred Dogomo mengatakan teror bangkai kepala babi kepada dua anggota mereka di Denpasar, Bali telah menimbulkan gangguan psikologis dan rasa tidak aman dalam kehidupan sehari-hari korban.
“Soal teror ini, walaupun kawan-kawan anggap tidak seberapa dibanding kondisi penindasan yang dirasakan rakyat Papua hari ini, namun hal ini sedikit berdampak pada mahasiswa Papua di Bali dan aktivitas kesehariannya di kampus maupun dalam kehidupan bertetangga,” kata Jeeno melalui aplikasi perpesanan WhatsApp pada Senin, 9 Juni 2025.
Menurutnya, sejak kejadian itu mahasiswa menjadi lebih waspada terhadap orang yang tidak dikenal dan merasa tidak nyaman dalam beraktivitas. Ketidakjelasan identitas pengirim paket turut memperbesar rasa khawatir. “Kawan-kawan merasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas, lebih banyak mencurigai orang tak dikenal, dan lain-lain,” ujarnya.
Meski demikian, Jeeno menegaskan bahwa ini bukan pertama kalinya mahasiswa Papua mengalami teror semacam itu. “Tapi ini bukan hal baru. Teror seperti ini sudah terlalu sering dirasakan, dan menjadi bumbu untuk semakin memajukan perjuangan mahasiswa demi tanah dan manusia Papua,” kata dia.
Sebelumnya, dua mahasiswa Papua, Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay, menerima dua paket berisi kepala babi busuk dan tanah pada Jumat, 6 Juni 2025. Paket tersebut mencantumkan nama mereka dan dilabeli sebagai kiriman buku “Papua Bergerak”, namun isinya justru bangkai kepala babi dan tanah.
Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan bahwa saat ini mereka telah berkoordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Bali untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut. Keputusan apakah akan melapor ke polisi akan diumumkan dalam konferensi pers yang akan digelar pada Selasa, 10 Juni 2025, pukul 10.00 WITA di kantor YLBHI-LBH Bali, dan juga akan disiarkan langsung melalui halaman Fb resmi AMP.