Logo

Teror Kepala Babi Diduga karena Aktivitas AMP Menyuarakan Kondisi Papua


TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Jeeno Alfred Dogomo menduga teror bangkai kepala babi berkaitan dengan aktivitas politik AMP yang kerap menyuarakan penindasan di Papua.

“Aktivitas politik yang dimaksud adalah aktivitas diskusi, seminar, aksi, dan kampanye realitas penindasan di Papua,” kata Jeeno saat dihubungi, Senin, 9 Juni 2025.

Salah satu aktivitas diskusi yang dilakukan AMP yaitu menjadi pembicara dalam peluncuran buku ‘Papua Bergerak’ karya Wilson di Toko Buku Komunitas Bambu di Jalan Rembang Menteng, Jakarta, pada Ahad, 18 Mei 2025. Kala itu, Jeeno menjadi pembicara diskusi tersebut.

Menurut Jeeno, bukti bahwa ada pihak yang tidak menyukai diskusi itu karena teror kepala babi dikirimkan dalam paket dengan keterangan isi buku ‘Papua Bergerak’.

Bagi Jeeno, kepentingan ekonomi politik menjadi penyebab penindasan rakyat di Papua. Kepentingan itu membuat rakyat Papua mengalami kolonialisme. Atas sikap itu juga, Jeeno mengatakan, anggota AMP sering mendapatkan teror hingga kriminalisasi.

Mengenai langkah selanjutnya, Jeeno mengatakan, akan melakukan koordinasi dengan LBH Bali. Jeeno belum memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke polisi. Alasannya, AMP melihat kepolisian merupakan bagian tidak terpisahkan dari struktur penindasan di Papua. 

Selain itu, Jeeno mengatakan, AMP berencana melakukan konferensi pers pada Selasa besok. Konferensi itu akan menyampaikan sikap AMP mengenai teror ini. Namun, Jeeno belum menyampaikan waktu dan tempatnya.

Sebelumnya dua aktivis AMP, Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay, menerima paket kardus pada Jumat, 6 Juni 2025. Paket tersebut mencantumkan nama mereka serta keterangan buku “Papua Bergerak”, namun saat dibuka justru berisi bangkai kepala babi dan tanah.

Peristiwa tersebut memicu ketakutan dan tekanan psikologis bagi kedua korban dan kalangan mahasiswa Papua di Bali. Meski dalam kondisi fisik yang baik, para mahasiswa mengaku merasa tidak nyaman dalam beraktivitas, waspada terhadap orang asing, dan kehilangan rasa aman.

Menteri HAM Natalius Pigai memastikan pihaknya akan memantau proses penanganan kasus ini melalui staf Kementerian HAM di Bali. Ia menyebut peristiwa tersebut sebagai salah satu dari dua kasus yang menjadi fokus pemantauan kementeriannya hari ini.

“Ada dua kasus juga hari ini sedang ditangani selain mahasiswa Papua di Bali dan kematian mahasiswa Unila di Lampung,” pungkasnya.

Kasus kedua yang dimaksud adalah kematian Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung, yang diduga meninggal usai mengikuti kegiatan kemahasiswaan.

Rafiif Nur Tahta Bagaskara berkontribusi dalam tulisan ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *