Alasan PBNU Ingin Peran Ulama Masuk dalam Sejarah Versi Baru
PEMERINTAH sedang mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada Agustus nanti. Goal tersebut dirancang agar bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU menginginkan agar peran ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan masuk ke dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.
“Kita kepengin penulisan sejarah ini juga memperhatikan perspektif dan peran ulama di dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia dan juga peran ulama di dalam membangun peradaban Indonesia,” kata Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla ditemui di Jakarta pada Rabu, 11 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Pria yang akrab disapa Gus Ulil ini menilai, selama ini, peran ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia belum banyak tertulis dalam narasi sejarah atau historiografi nasional Indonesia. Menurut dia, masih ada perspektif yang dinilai bersifat kolonial di dalam penulisan sejarah bangsa Indonesia.
Karena itu, Gus Ulil mendorong pemerintah menulis ulang sejarah bangsa. “Nah, langkah dari Kementerian Kebudayaan untuk menulis sejarah nasional yang berwawasan Indonesia ini kita dukung,” ujarnya.
Dia menyebutkan penulisan ulang sejarah bangsa juga menjadi sorotan PBNU. “Jadi kita mengapresiasi langkah-langkah untuk membuat sejarah nasional yang lebih Indonesia-focused, lebih memperhatikan perspektif nasional atau perspektif Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan menekankan penulisan sejarah bangsa merupakan program prioritasnya sejak awal menjabat, karena sudah terlalu lama tidak ada pembaruan dalam sejarah Indonesia.
Menurut dia, terdapat banyak temuan-temuan yang seharusnya masuk dalam kompendium sejarah Indonesia, salah satunya temuan Islam masuk ke Indonesia sejak abad ketujuh Masehi atau abad pertama Hijriah.
Faldi mengatakan hal itu bisa memperbarui sejarah yang selama ini menyatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13. “Itu beda 600 tahun sendiri,” ujarnya.
Sejarah Indonesia Akan Ditulis Ulang dengan Tone Lebih Positif
Dalam kesempatan sebelumnya, Fadli Zon mengatakan sejarah Indonesia akan ditulis ulang dengan tone yang lebih positif. “Tone kita adalah tone yang lebih positif, karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah, pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” kata Fadli saat ditemui di Cibubur, Jawa Barat, Ahad, 1 Juni 2025.
Menurut dia, pembaruan buku sejarah akan dilakukan dengan mengedepankan perspektif Indonesia sentris. Hal ini untuk menghapus bias-bias kolonial, mempersatukan bangsa Indonesia, dan menjadikan sejarah relevan bagi generasi muda.
“Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, ya, saya kira itu selalu ada. Jadi yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif, dari technology Bung Karno sampai technology Presiden Jokowi dan seterusnya,” ucapnya.
Di sisi lain, Menbud meminta masyarakat tidak khawatir karena penulisan ulang sejarah ini melibatkan tim yang mencakup 113 penulis, 20 editor jilid, dan tiga editor umum, termasuk sejarawan.
Rencana Menbud itu mendapat dukungan dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, khususnya berkaitan dengan pelanggaran HAM berat. Pigai mengatakan penulisan ulang sejarah dengan tone positif bukan berarti menulis sejarah yang sesuai dengan keinginan pihak tertentu saja, melainkan menuliskan sejarah secara apa adanya.
“Itu artinya tidak bermaksud mempositifkan semua peristiwa. Semua peristiwa itu kan up and down, ada titik tertentu baik, titik tertentu jelek, tapi ketika kita menulis fakta peristiwa apa adanya, itu yang namanya tone positif,” tutur Pigai saat ditemui di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut dia, sejarah Indonesia selama ini masih dalam perdebatan, ada pihak yang menerima maupun menolak suatu peristiwa. Karena itu, pemerintah perlu menulis ulang sejarah bangsa.
“Yang dimaksud tone positif adalah knowledge, fakta, informasi atas perjalanan sejarah bangsa diungkap apa adanya. Tapi kan teman-teman wartawan atau masyarakat memaknai tone positif itu sesuai dengan keinginan pemerintah. Emang pemerintah keinginannya apa? Kan enggak juga,” ujarnya.
Sebagai bagian dari kabinet pemerintahan, Pigai memastikan Kementerian HAM akan terlibat dalam penulisan ulang sejarah Indonesia untuk mengontrol kebenaran peristiwa yang ditulis. Dalam hal ini, dia menyoroti perihal keadilan dan ketidakadilan.
“Kalau kami lebih kepada mengontrol kebenaran peristiwa. Itu soal justice (keadilan). Ketika ada peristiwa tertentu yang ditutupi, itu injustice (ketidakadilan). Peristiwa itu diungkap secara fakta, apa adanya, itu justice,” katanya.
Ervana Trikarinaputri, Daniel Ahmad Fajri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Prabowo Tak Berencana Reshuffle Kabinet, Ini Reaksi Parpol dan DPR