Logo

Komdigi Didesak Setop Takedown Konten Kritis hingga Media Asing Menyoroti Pernyataan Fadli Zon Jadi Berita Terpopuler


TEMPO.CO, Jakarta – Deretan peristiwa politik mencuat di panggung nasional pada Jumat, 20 Juni 2025. Beberapa berita terpopuler yang banyak dibaca meliputi penulisan ulang sejarah dinilai mengabaikan perspektif korban dan Menteri Komunikasi dan Virtual Meutya Hafid didesak setop menurunkan konten kritis.

Kemudian, artikel mengenai sejumlah media asing seperti Channel Information Asia dan Straits Occasions yang menyoroti pernyataan kontroversial Fadli Zon juga banyak dibaca. 

Berikut tiga pemberitaan terpopuler pada Jumat, 20 Juni 2025 di kanal nasional yang dirangkum Pace:

Koalisi Desak Menkomdigi Setop Takedown Konten Bersifat Kritis: Membahayakan Kebebasan Berekspresi

Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Virtual Indonesia atau Koalisi Damai mencatatkan adanya upaya dari pemerintah untuk memoderasi konten-konten sosial media bersifat kritis. Terbaru, ada permintaan dari Kementerian Komunikasi dan Virtual terhadap sosial media X untuk menurunkan konten bertema sejarah.

Koalisi menyatakan, ada dua akun X yang konten kritisnya terhadap topik sejarah ditargetkan pemerintah untuk di-takedown. Yaitu akun @neohistoria_id dan @perupadata, yang mengunggah konten kritis ihwal kasus pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998. Topik pemerkosaan Mei 1998 kembali menjadi pembicaraan publik usai Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyangkal adanya peristiwa itu.

Koalisi mengatakan, akun @neohistoria_id menerima surel dari media sosial X pada 18 Juni 2025. Pemberitahuan itu berisi adanya laporan dari Komdigi ihwal konten yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Konten yang dipermasalahkan berisi soal tulisan kilas balik tentang eks Panglima ABRI Wiranto yang pernah menyebut peristiwa kerusuhan Mei 1998 tidak pernah terjadi. Dalam kasus yang sama, akun X @perupadata juga mendapat surel dari X atas aduan Komdigi.

“Alasan yang disampaikan, adanya dugaan pelanggaran terhadap hukum Indonesia,” kata Koalisi dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 20 Juni 2025.

Baca selengkapnya di sini.

Media Asing Soroti Pernyataan Kontroversial Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjadi sorotan sejumlah media asing setelah menyatakan pemerkosaan massal pada Kerusuhan Mei 1998 hanyalah rumor dan tidak ada bukti. Pernyataan tersebut disampaikan politisi Partai Gerindra itu dalam wawancara dengan jurnalis senior IDN Occasions, Uni Lubis, yang tayang di YouTube pada Rabu, 11 Juni 2025.

Channel Information Asia mewartakan, penyangkalan Fadli Zon terhadap tragedi pemerkosaan massal yang terjadi selama kerusuhan pada 1998 telah dikecam oleh para aktivis hak asasi manusia. Channel Information Asia juga mengutip pernyataan Diyah Wara Restiyati dari Ikatan Pemuda Tiongkok Indonesia. 

Sementara itu, media dari Singapura, Straits Occasions, juga memberitakan Fadli Zon yang mendapatkan beragam kecaman buntut pernyataannya. Menteri Kebudayaan itu dianggap meremehkan pemerkosaan massal orang Indonesia keturunan Cina yang terdokumentasi dengan baik selama protes dan kerusuhan Mei 1998 yang menyebabkan kerusuhan.

Asia Information Community juga menyoroti penyangkalan Fadli Zon terhadap pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998 yang telah memicu gelombang kecaman. Media yang berpusat di Bangkok ini mewartakan, kelompok hak asasi manusia memperingatkan Fadli Zon bahwa hal itu mencerminkan upaya yang berkembang untuk membersihkan masa lalu Indonesia yang kejam dan menghapus penderitaan yang telah lama diabaikan.

Baca selengkapnya di sini

Kritik atas Penulisan Ulang Sejarah: Mengabaikan Perspektif Korban

Penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang dikerjakan Kementerian Kebudayaan menuai kontroversi. Salah satu yang ramai jadi perdebatan publik adalah soal pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebutkan peristiwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 merupakan rumor.

Fadli Zon belakangan menjelaskan dia tidak bermaksud menyangkal keberadaan kasus pemerkosaan pada tragedi Mei 1998. Dia menuturkan fakta sejarah harus bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan prison. Sementara, menurut dia, penyebutan kata ‘massal’ masih menjadi perdebatan di kalangan akademik selama dua dekade terakhir.

Menanggapi pernyataan Fadli Zon, aktivis perempuan Eva Sundari menilai penulisan ulang sejarah mengabaikan perspektif korban, terutama perempuan. Penulisan ulang sejarah, kata dia, lebih menonjolkan narasi pelaku sehingga dikhawatirkan mengandung kekeliruan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Penulisan sejarah ini kok perspektifnya perspektif pelaku, bukan perspektif korban; dan perempuan ini selalu menjadi objek, tidak pernah jadi subjek,” kata Eva dalam diskusi yang digelar Koalisi Perempuan Indonesia melalui keterangan tertulis di Jakarta pada Selasa, 16 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.

Baca selengkapnya di sini

Novali Panji Nugroho, Sapto Yunus, dan Hendrik Khoirul Muhid berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *