Puan Maharani Soroti Evaluasi Haji 2025, Buka Peluang Bentuk Pansus
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa tata kelola musim haji 2025 menjadi isu yang diprioritaskan untuk dibahas pada masa sidang ke-IV yang baru dibuka pada hari ini. “Dalam pelaksanaan haji kali ini banyak hal yang kami harus evaluasi,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 24 Juni 2025.
Pilihan Editor:Pilah-Pilih Peristiwa dalam Penulisan Ulang Sejarah
Puan mengaku sudah mengetahui keberadaan nota diplomatik Arab Saudi yang berisi catatan atas penyelenggaraan haji Indonesia tahun ini. Kendati permasalahan antara kedua negara telah diselesaikan, Puan menekankan bahwa evaluasi haji tetap diperlukan untuk perbaikan di musim mendatang.
Ia akan meminta laporan dari Wakil Ketua DPR yang turun mengawasi langsung pelaksanaan haji di Tanah Suci. Ketiganya yaitu Cucun Ahmad Syamsurijal, Adies Kadir, dan Saan Mustopa. Lebih lanjut, Komisi VIII yang membidangi agama juga akan melengkapi laporan soal haji.
Politikus PDI Perjuangan itu juga membuka peluang untuk membentuk panitia khusus haji yang santer diusulkan karena buruknya manajemen haji 2025. “Jika memang harus dilakukan pansus haji untuk pelaksanaan perbaikan ke depan, DPR sesuai dengan mekanismenya akan melaksanakan pansus haji.”
Sebelumnya Kementerian Agama mendapatkan ota diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi yang diterbitkan pada Senin, 16 Juni 2025. Nota tersebut merupakan catatan tertutup yang ditujukan kepada tiga pihak, yakni Menteri Agama Nasaruddin Umar, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief, dan Direktur Timur Tengah pada Kementerian Luar Negeri, Ahrul Tsani Fathurrahman.
Hilman Latief menyatakan dinamika penyelenggaraan haji yang dibahas dalam nota tersebut sudah terselesaikan. “Surat tersebut berbicara tentang apa yang kami lakukan sejak dua sampai empat pekan lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji,” tutur Hilman dikutip dari keterangannya pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Hilman menjelaskan lima hal pokok dinamika haji yang tercakup dalam nota diplomatik Duta Besar Arab Saudi di Jakarta itu. Pertama, masalah koherensi information jamaah, baik yang masuk dalam sistem penyelenggaraan haji berbasis elektronik E-Hajj, Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama, dan manifest atau daftar kargo, penumpang dan awak pesawar penerbangan.
Dalam information tersebut, ditemukan ada beberapa nama jemaah yang berbeda antara jemaah yang ikut terbang dalam pesawat dan yang tercantum dalam manifest. Kedua, ihwal pergerakan jemaah yang berangkat pada gelombang I dari Madinah ke Makkah. Di Madinah, jamaah haji dari satu penerbangan ditempatkan pada satu resort. Namun, ketika akan diberangkatkan ke Makkah, konfigurasinya harus berbasis Syarikah. Sementara ada kondisi konfigurasi sebagian kelompok kecil jemaah yang berbeda-beda Syarikah.
Ketiga, terkait dengan penempatan jemaah pada resort di Makkah. Hilman Latief menjelaskan, mayoritas jemaah haji Indonesia tinggal di resort masing-masing sesuai syarikahnya. Tujuannya ialah untuk mengamankan jemaah saat pergerakan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Namun, ada sejumlah jemaah yang terpisah dan berharap bisa bergabung dengan kloter besarnya, meskipun syarikahnya berbeda.
Keempat, terkait dengan kesehatan jemaah. Hilman mengatakan kesehatan jemaah sudah dibahas sejak awal, terutama soal jumlah jemaah haji Indonesia yang lansia dan risiko tinggi cukup banyak. Ia mengakui ada kekhawatiran dari Pemerintah Saudi bahwa jumlah jemaah yang wafat pada tahun ini melebihi tahun lalu. Sehingga, jemaah lanjut usia dan berisiko tinggi harus dijaga dengan baik oleh grup dan pendampingnya.
Kelima, penyembelihan hewan kurban sebagai dam (denda). Hilman menyebut mayoritas jemaah Indonesia melaksanakan haji Tamattu’, sehingga harus membayar dam.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.