Reaksi Partai Politik atas Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah
Pemilu nasional yakni masyarakat memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden. Sedangkan pemilu daerah atau kota yakni masyarakat memilih anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.
“(Karena) dapat fokus mencalonkan presiden maupun wakil presiden dari kader interior tanpa harus berkoalisi dengan partai lain,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 27 Juni 2025.
Menurutnya, pemisahan antara pemilu dan pilkada bisa membuat penggalangan dukungan untuk calon presiden dan calon wakil presiden difokuskan pada pemilihan legislatif. Ia juga menilai partai nonparlemen bisa memiliki waktu untuk mempersiapkan kemenangan dalam pilkada.
“Dengan kata lain, Partai Buruh bisa menjadi alternatif partai lokal sebagai kendaraan politik untuk memenangkan pilkada atau pemilihan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” katanya.
Sementara Badan Riset dan Inovasi Strategis (BRAINS) Partai Demokrat menilai putusan Mahkamah Konstitusi memiliki keunggulan dan tantangan. Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat Ahmad Khoirul Umam, menjelaskan jika pemilu nasional dan lokal dilaksanakan terpisah, masyarakat bisa lebih fokus mengevaluasi dan memilih kepala daerah dan wakil rakyat di daerahnya dan berdasarkan kebutuhan. “Sehingga masyarakat lokal tidak hanya mengikuti arus nasional dan bisa fokus pada kebutuhan di daerahnya,” katanya dalam rilis, Jumat, 27 Juni 2025.
Ahmad menambahkan, pemisahan waktu pemilihan juga mengurangi beban teknis penyelenggaraan pemilu, dimana risiko kegagalan distribusi logistik bisa ditekan. Dia mengingatkan banyak petugas di tempat pemungutan suara yang kelelahan saat pemilihan umum serentak.
Namun, Ahmad mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi juga memiliki tantangan. Menurutnya, pemilu nasional dan lokal yang digelar dipisah akan memberatkan kerja-kerja caleg nasional yang harus menjangkau pemilih dalam skala besar di wilayah territorial daerah pemilihan yang luas.
Dia mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi berpotensi memperdalam garis pemisah koordinatif antara pusat dan daerah. “Bisa memperpanjang siklus ketegangan politik. Ini dianggap berpotensi mengganggu stabilitas sosial, politik dan pemerintahan,” katanya.
Dian Rahma Fika dan Sapto Yunus turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Jejak Anggota TNI dalam Pembunuhan Wartawan Karo