Yusril Harap Kasus Kematian Juliana Tak Ganggu Time table Prabowo Hadiri BRICS di Brasil
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra berharap kasus kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani tidak mengganggu hubungan baik antara Indonesia-Brasil. Dia meminta semua pihak dapat menjaga hubungan itu.
Apalagi, kata dia, Presiden Prabowo Subianto sedang melakukan kunjungan resmi ke Brasil dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 pada 6-7 Juli 2025.
“Presiden sedang melakukan kunjungan resmi ke Brasil menghadiri pertemuan para pemimpin BRICS. Kami mengharapkan dan mungkin bahwa semua pihak supaya kasus kematian, insiden kematian dari Juliana Marins ini tidak mengganggu hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Brasil,” kata Yusril di Gedung Kemenko kumham Imipas, Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
Yusril mengatakan, pemerintah Indonesia belum menerima surat atau nota diplomatik dari pemerintah Brasil mengenai kematian pendaki asal Brasil, Julian Marins, di Gunung Rinjani, NTB. Pemerintah Indonesia baru mendapatkan kabar pernyataan dari Kantor Federal Pembela Publik Brasil (Federal Public Defender’s Place of business/DPU).
Namun, Yusril mengatakan, DPU tidak memiliki otoritas resmi. DPU merupakan lembaga HAM independen seperti Komnas HAM RI. “Pemerintah Republik Indonesia tidak atau belum pernah menerima adanya surat atau nota diplomatik resmi dari Pemerintah Brasil yang mempertanyakan kasus kematian Julian, ” kata dia.
Mantan ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, DPU merupakan lembaga independen yang memantau dan menyelidiki laporan pelanggaran HAM. Keluarga Julian, kata Yusril, meminta DPU untuk melakukan penyelidikan. DPU juga telah meminta adanya otopsi ulang jenazah Julian.
“Pemerintah menghormati, menghargai keinginan dari keluarga untuk melakukan otopsi ulang ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh keluarga, ” kata dia.
Meski begitu, Yusril meyakini, hasil otopsi ulang tidak akan jauh berbeda dengan hasil otopsi rumah sakit Indonesia. Sejauh ini, hasil otopsi menunjukkan kematian Julian terjadi antara 15 sampai 30 menit setelah terjatuh. “Kalau berdasarkan standar forensik yang berlaku, sebetulnya hasilnya tidak akan jauh berbeda antara otopsi yang dilakukan di Denpasar dan otopsi yang dilakukan di Brasil sendiri, ” kata dia.
Sebelumnya, DPU berencana menempuh jalur hukum jika hasil autopsi lanjutan mendiang Juliana Marins. Jalur hukum akan ditempuh bila hasil otopsi menunjukkan ada kelalaian yang menyebabkan perempuan 26 tahun itu meninggal dunia. Marins meninggal dunia usai terjatuh saat mendaki pada 21 Juni lalu dan baru berhasil dievaluasi oleh Tim SAR setelah 4 hari karena banyaknya kendala.