Logo

DPR Akan Buat Undang-undang Khusus tentang Penyadapan


TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman mengatakan parlemen berencana membuat undang-undang khusus tentang penyadapan. Panitia kerja revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, tutur dia, sudah menyepakati bahwa kewenangan penyadapan oleh aparat penegak hukum tidak diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.

Sejak periode lalu, ujar politikus Partai Gerindra ini, DPR sudah memasukkan rencana untuk menyusun undang-undang khusus tentang penyadapan. “Bahkan, kami sudah melakukan beberapa kunjungan kerja, artinya sudah ada biaya negara yang dikeluarkan untuk membahas penyadapan ini,” kata Habiburokhman, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi DPR pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Adapun aturan soal penyadapan sempat disinggung dalam revisi KUHAP. Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengusulkan agar penyadapan dihapus dari RUU KUHAP. Wakil Ketua Umum Peradi Sapriyanto Refa mengkhawatirkan pasal mengenai penyadapan untuk kepentingan penyidikan dapat disalahgunakan. 

“Dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini penyadapan harus dihilangkan,” ucap Sapriyanto dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa, 17 Juni 2025. 

Ia menyebut upaya penyadapan sudah diatur dalam sejumlah produk perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-Undang Kepolisian. “Biarlah itu menjadi ranah di UU itu sendiri, tidak perlu kita tarik ke dalam KUHAP,” kata dia. 

Maka dari itu, ia mengusulkan tindakan upaya paksa yang diatur dalam RUU KUHAP hanya meliputi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, pemeriksaan surat, penggeledahan, penyitaan, dan/atau larangan bagi tersangka untuk keluar wilayah Indonesia. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *