Professional Kontra Wacana Ibadah Haji Lewat Jalur Laut
KEMENTERIAN Agama (Kemenag) menyatakan pemerintah sedang menjajaki peluang membuka pelaksanaan ibadah haji lewat jalur laut. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan rencana ibadah haji jalur laut itu adalah salah satu hasil dari lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Arab Saudi pada Rabu, 2 Juli 2025.
Dia menuturkan Kemenag mulai menjalin komunikasi dengan otoritas Arab Saudi untuk merealisasikan rencana pelaksanaan ibadah haji dan umrah lewat jalur laut. “Digagas ke depan kami kira sangat prospektif memperkenalkan umrah dan haji melalui kapal laut,” kata Nasaruddin melalui keterangan tertulis pada Selasa, 8 Juli 2025.
Nasaruddin mengungkapkan alasan munculnya gagasan tersebut. Dia menjelaskan pemerintah berharap dapat menyediakan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang lebih murah lewat jalur laut dibandingkan dengan jalur udara yang menggunakan pesawat terbang. Dengan begitu, kata dia, ibadah haji dan umrah bisa semakin inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat miskin maupun kaya.
Pemerintah juga menilai penggunaan moda transportasi laut memungkinkan calon jemaah haji dari negara-negara di kawasan Asia mengakses Tanah Suci melalui pelabuhan seperti di Jeddah di Arab Saudi.
“Bukan hanya negara-negara kawasan yang dekat seperti Mesir, bahkan dari Indonesia dan Asia lainnya bisa mengakses,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal itu.
Menurut dia, pembukaan ibadah haji dan umrah lewat jalur laut akan memberikan nilai tambah bagi Arab Saudi. Sebab, pendekatan ini lebih terbuka terhadap berbagai inovasi dan investasi strategis di sana. “Arab Saudi sekarang pendekatannya sangat bisnis, dengan konsultan dari Amerika. Ini betul-betul memanfaatkan potensi geografis Arab Saudi,” ujarnya.
Sebelumnya, Nasaruddin mengklaim banyak perusahaan yang datang ke kantornya mempresentasikan konsep perjalanan ibadah haji lewat jalur laut. Namun perusahaan itu belum memiliki kapal.
“Hanya mungkin dia kerja sama juga dengan pihak luar. Jadi mungkin jatuhnya mahal,” kata Nasaruddin saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Dia mengatakan kapal laut memiliki daya tampung banyak dan Arab Saudi memiliki fasilitas haji lewat jalur laut. Ihwal ongkos, dia menyebutkan bisa murah apabila banyak operator yang berpartisipasi. “Kalau banyak saingannya bisa murah. Tapi kalau pemain tunggal, mahal,” tuturnya.
Namun Nasaruddin menuturkan wacana penyelenggaraan ibadah haji melalui jalur laut masih dalam tahap kajian awal dan belum menjadi pembahasan resmi. “Belum ada pembahasan resmi di inside Kementerian Agama. Namun sudah banyak perusahaan yang pernah datang dan mempersentasikan itu,” ujarnya.
Nasaruddin mengatakan penggunaan kapal laut untuk berhaji dan umrah bukan hal baru. Dulu, kata dia, Indonesia memiliki kapal seperti Belle Abeto dan Gunung Jati yang mengangkut jemaah Indonesia ke Arab Saudi. “Tapi itu tiga-empat bulan. Nah sekarang ini mungkin kapalnya lebih cepat ya dan ada juga jalur lautnya,” kata dia.
BP Haji Tolak Usulan Ibadah Haji Lewat Jalur Laut
Namun Badan Penyelenggara Haji atau BP Haji menolak usulan pemberangkatan jemaah calon haji menggunakan kapal laut sebagai salah satu alternatif transportasi untuk musim haji 1447 Hijriah atau 2026.
“Betul, BP Haji tidak setuju keberangkatan haji menggunakan kapal laut,” kata Tenaga Ahli BP Haji Ichsan Marsha di Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu, 12 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.
Menurut Ichsan, gagasan memberangkatkan jemaah calon haji menggunakan kapal laut bertolak belakang dengan semangat yang sedang dibangun BP Haji untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
Ichsan mengatakan pemberangkatan jemaah calon haji lewat jalur laut otomatis berdampak pada lamanya waktu perjalanan ke Arab Saudi. Dia juga menilai usulan tersebut tidak ekonomis. Jika kebijakan itu diimplementasikan, kata dia, maka turut berdampak pada upaya pemerintah Indonesia mengurangi masa tinggal jemaah selama di Tanah Suci dari 40 hari menjadi 30 hari.
Di sisi lain, dia mengatakan Prabowo telah meminta BP Haji mencarikan solusi agar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) musim berikutnya diturunkan dari musim haji 2025.
“Artinya, usulan menggunakan kapal laut ini akan menggeser keinginan kita di awal tadi, seperti upaya menekan biaya haji dan mengurangi masa tinggal di Tanah Suci,” ujarnya.
INSA: Haji Jalur Laut Punya Potensi Ekonomi Sekaligus Tantangan Besar
Adapun Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (Indonesian Nationwide Shipowners’ Affiliation/INSA) memandang wacana penggunaan jalur laut untuk pemberangkatan jemaah calon haji dan umrah memiliki potensi ekonomi, tetapi juga menyimpan tantangan besar yang perlu ada mitigasi.
“Memang benar bahwa wacana ini sedang menjadi bahan pembicaraan. Pemerintah juga sudah membicarakan dengan Arab Saudi. Ini adalah peluang bisnis, dan kami siap dilibatkan,” kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Namun dia mengatakan pemberangkatan jemaah calon haji dan umrah melalui jalur laut menghadirkan tantangan besar yang memerlukan kajian komprehensif, tidak hanya dari sisi waktu dan biaya, tetapi juga menyangkut perubahan dalam pengelolaan operasional. “Contohnya saat menangani jemaah yang sakit ataupun meninggal dalam perjalanan,” kata Carmelita.
Dia menyebutkan lamanya perjalanan laut yang mencapai sekitar 5.000 nautical mile (NM) dengan kecepatan kapal 15 knot bisa memakan waktu hingga 14 hari sekali jalan. Perjalanan pulang juga akan memerlukan waktu serupa.
Semua tantangan tersebut harus ada mitigasi dan diperhitungkan secara menyeluruh, termasuk pengelolaan logistik, penyediaan fasilitas, serta struktur biaya yang dibutuhkan.
Carmelita juga menyoroti soal ketersediaan kapal penumpang yang memadai. “Apakah dengan menyewa atau membeli (kapal). Mengingat kita tidak punya kapal penumpang yang in a position untuk menjalankan ini,” katanya.
Meski belum mengetahui secara pasti rencana element pemerintah, Carmelita menyebutkan pihaknya telah mendengar adanya sejumlah penawaran dari berbagai pihak. Untuk itu, dia berharap pengusaha pelayaran nasional dapat dilibatkan dalam kajian dan perencanaan ke depan.
Dede Leni Mardianti, Eka Yudha Saputra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Alasan DPR Tak Masukkan Aturan Penyadapan dalam RUU KUHAP