Kearley Indonesia: Kemacetan Jadi Hambatan Jakarta Capai Goal 20 Kota World
TEMPO.CO, Jakarta – Kemacetan Jakarta menjadi sorotan utama dalam media briefing yang digelar Kearney Indonesia pada Selasa, 15 Juli 2025. Spouse sekaligus Presiden Direktur Kearney Indonesia, Shirley Santoso, menilai bahwa visi menjadikan Jakarta sebagai salah satu dari 20 kota global terbaik di dunia tidak akan tercapai jika persoalan mobilitas, terutama kemacetan, tidak segera ditangani secara menyeluruh.
Pilihan editor: Rokok Ilegal Makin Laris. Bagaimana Menanganinya?
Menurut Shirley, dominasi kendaraan pribadi yang masih mencapai 80 persen menjadi salah satu penyebab utama kemacetan di Ibu Kota. Pola distribusi pusat aktivitas yang belum merata juga turut memperparah situasi.
Menurut dia, persoalan lalu lintas tak bisa hanya diatasi dengan menambah moda transportasi umum, tetapi perlu pendekatan yang lebih menyeluruh.
“Kalau semua aktivitas sekarang terpusat di Jakarta Pusat dan Selatan, itu yang bikin macet. Semua orang ke arah situ. Tapi kalau kita punya pusat-pusat ekonomi baru di utara, timur, dan barat, pergerakan orang akan lebih menyebar dengan sendirinya,” ujarnya.
Shirley menekankan pentingnya membangun pusat-pusat ekonomi baru di wilayah yang selama ini kurang diperhatikan. Sebagai contoh, ia menyoroti potensi kawasan Barat Jakarta untuk dikembangkan menjadi kawasan pendidikan.
“Di wilayah Barat itu banyak universitas. Kenapa kita nggak jadikan sebagai kawasan ekonomi khusus pendidikan? Universitas internasional itu bisa meningkatkan kualitas SDM dan juga peringkat Jakarta sebagai kota world. Contohnya sekarang Georgetown College saja sudah buka kampus di Jakarta,” jelasnya.
Selain pemerataan pusat ekonomi, ketersediaan perumahan terjangkau di dekat pusat-pusat aktivitas juga dinilai krusial untuk mengurangi kemacetan.
“Banyak yang kerja di Jakarta itu tinggalnya di luar kota, di Depok, Bekasi, dan sebagainya. Kalau ada rumah terjangkau di dekat pusat kegiatan ekonomi, mereka nggak perlu lagi menempuh perjalanan jauh setiap hari,” kata Shirley.
Dari sisi transportasi, Shirley mengapresiasi kemajuan moda publik seperti MRT, LRT, dan KRL. Namun, integrasi antarmoda disebut masih belum sepenuhnya berjalan lancar.
“Transportasi umum itu harus bisa menyambungkan dari tempat asal ke tujuan akhir. Sekarang MRT bagus, tapi orang bilang, ‘nggak sampai ke tempat saya’. Artinya, moda lain seperti bus pengumpan atau akses lanjutan masih kurang,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya perubahan pola pikir masyarakat yang masih sangat bergantung pada kendaraan pribadi.
“DKI sekarang sudah mulai langkah bagus, misalnya semua pegawai pemerintah daerah wajib naik transportasi umum setiap hari. Itu menurut saya luar biasa. Tapi walaupun ada fasilitasnya, kalau masyarakat masih memilih kendaraan pribadi, ya percuma. Jadi pola pikirnya juga harus diubah,” katanya.
Dengan pendekatan yang lebih utuh berupa pemerataan ekonomi, transportasi multimoda yang terintegrasi, serta hunian yang terjangkau dan dekat pusat kegiatan, Jakarta dinilai bisa secara bertahap menurunkan tingkat kemacetan dan memperkuat visinya menjadi kota world.
Pilihan editor: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Terima Tanda Kehormatan dari Prancis