Profil Partai Sosialis Indonesia yang Prabowo Sebut Saat Kongres PSI
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyandingkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Partai Sosialis Indonesia yang aktif pada generation Orde Lama. Prabowo mengungkapkan PSI sebagai penerus Partai Sosialis Indonesia yang ada di generation Orde Lama. Saat ini, PSI berada di bawah kepemimpinan putra mantan presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.
Prabowo menyatakan sedikit emosional saat mendengar kata-kata PSI karena Sumitro Djojohadikusumo, sang ayah, merupakan bagian dari Partai Sosialis Indonesia.
“Terima kasih telah memilih nama PSI, hurufnya dipilih – tetapi ya solidaritas sosial, Pancasila juga sosial,” kata Prabowo dalam sambutan di acara penutupan Kongres PSI, Surakarta, Jawa Tengah, Ahad, 20 Juli 2025.
Partai Solidaritas Indonesia, kata Prabowo, mengambil akronim dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Prabowo mengatakan kedua partai memiliki kesamaan karena definisi solidaritas dengan sosialis hampir sama.
Profil Partai Sosialis Indonesia (PSI)
Partai Sosialis Indonesia (PSI) merupakan organisasi partai yang dibentuk pada 13 Februari 1948. Partai tersebut terbentuk karena adanya perselisihan politik antara kelompok Amir Sjarifuddin yang lebih cenderung memihak blok komunis dengan kelompok Sutan Sjahrir yang menentang politik memihak tersebut.
Dilansir dari Universitas Indonesia Library, sosialisme PSI disebut sebagai sosialisme kerakyatan. Masyarakat yang dicita-citakan oleh PSI adalah masyarakat sosialis, yakni masyarakat yang adil dan makmur. Sejak awal tersebut, PSI merupakan partai kader, namun akibat kebutuhan untuk pemilihan umum sifat partai kader PSI, maka makin lama makin bergeser ke arah partai massa.
PSI mengalami kekalahan dalam pemilihan umum 1955. Penyebab utama kekalahan partai PSI dalam pemilihan umum karena kelemahan partainya sebagai partai kader. Selain itu, terjadinya kecurangan-kecurangan dalam proses pemilihan umum oleh partai-partai yang berkuasa.
Peran politik PSI selama masa revolusi sampai pemilu pertama (1948-1955) dapat diamati saat di pemerintahan dan di Lembaga Perwakilan Rakyat. PSI mewakili dalam empat Kabinet dari enam Kabinet yang pernah terbentuk pada saat itu. Di Lembaga Perwakilan Rakyat, mulai dari KNIP sampai DPRS, PSI menjadi partai terkemuka yang memiliki banyak jumlah kursi di posisi ketiga di bawah POI dan Masyumi.
Peranan kepolitikan PSI lainnya terlihat dari keterlibatan PSI terhadap perundingan-perundingan yang dilangsungkan antara Indonesia-Belanda. Perundingan-perundingan tersebut, antara lain Persetujuan Renville, Pernyataan Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar.
Peranan politik PSI pada periode (1948-1955) juga tampak tingkat nasional hingga daerah-daerah. Peranan tersebut dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh cabang-cabang PSI di daerah-daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, serta daerah-daerah lainnya.
Pada akhirnya, PSI dibubarkan karena selalu mengkritik konsepsi Presiden dengan sistem Demokrasi Terpimpinnya. Selain itu, peristiwa PRRI Permesta pada awal 1958 juga turut mempercepat berakhirnya peran kepolitikan PSI. Pembubaran PSI oleh pemerintah pada 1960 dihubungkan dengan keterlibatan beberapa pemimpin PSI dalam peristiwa PRRI-Permesta tersebut.