Jawaban Baleg DPR atas Tudingan RUU Pilkada untuk Jegal Parpol Tertentu
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR Achmad Baidowi menepis tudingan bahwa materi muatan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang disetujui dalam pembicaraan tingkat I untuk menjegal partai politik tertentu pada Pilkada 2024.
“Tidak ada kita mau menjegal partai-partai ataupun siapa pun, apalagi khusus Jakarta,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan (PP) itu usia Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 21 Agustus 2024 seperti dikutip dari Antara.
Pria yang akrab disapa Awiek ini menyebutkan RUU Pilkada berlaku umum untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Untuk seluruh wilayah Indonesia di 37 provinsi dan juga 38 provinsi sebenarnya karena Yogyakarta kabupatennya juga ada pemilihan. Semuanya bisa menggunakan undang-undang ini,” ucapnya.
Awiek juga menepis tudingan RUU Pilkada digulirkan untuk memuluskan calon tertentu agar dapat ikut berkompetisi pada Pilkada 2024. Dia mengatakan RUU Pilkada digulirkan karena sifatnya darurat mengingat pendaftaran Pilkada 2024 akan dibuka pada 27 Agustus nanti.
“Tidak ada secara spesifik untuk meluluskan calon-calon tertentu karena kita asasnya adalah asas kedaruratan waktu. Tanggal 27 (Agustus) sudah masuk pendaftaran. Supaya tidak terjadi kebimbangan hukum maka kemudian diambil langkah politik hukum menjadi rujukan terhadap pelaksanaan pilkada yang akan datang,” tuturnya.
“Seluruh rakyat Indonesia yang berusia 30 tahun pada bulan Februari (2025) yang akan datang berhak mencalonkan dan memenuhi syarat mencalonkan sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur,” kata dia menambahkan.
Respons Menkumham Supratman Andi Agtas
Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (menkumham) Supratman Andi Agtas menepis tudingan DPR dan pemerintah melakukan pembangkangan konstitusi karena dianggap menganulir putusan Mahkamah Konstitusi lewat revisi UU Pilkada.
Mantan Ketua Baleg DPR RI itu menekankan DPR dan pemerintah, dalam melakukan pembahasan revisi UU Pilkada, justru atas dasar hukum kewenangan pembentuk undang-undang.