Beda Sikap DPR Ihwal Pemberian IUP Khusus bagi Ormas Keagamaan


TEMPO.CO, Jakarta – Dua organisasi masyarakat atau ormas keagamaan, yaitu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, menyambut pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang diberikan pemerintah.

Ke depan, kedua ormas keagamaan besar ini akan diberikan konsesi bekas perusahaan untuk melakukan aktivitas pertambangan yang dikelola melalui badan usaha milik organisasi selama rentang waktu 5 tahun consistent with perizinan.

Wakil Ketua Komisi bidang Energi DPR, Eddy Soeparno, mengapresiasi langkah ormas keagamaan yang menerima IUPK dari pemerintah. Ia berharap ormas keagamaan dapat mengelola tambang secara bertanggung jawab sesuai dengan syariat agama.

“Semoga profesionalitasnya menjadi position style,” kata Eddy dalam keterangan tertulis yang diperoleh Pace, Senin, 29 Juli 2024.

Muhammadiyah dan NU menjadi dua ormas keagamaan yang menyatakan menerima IUPK dari pemerintah. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, mengatakan keputusan organisasinya menerima IUPK, diambil setelah melakukan pertimbangan multiaspek selama 2 bulan.

“Kami melihat nilai positif tambang itu seperti sebuah kehidupan, persis seperti itu juga professional kontranya,” kata Haedar dalam jumpa pers, Ahad, 28 Juli 2024.

Ia menjelaskan, pengambilan keputusan didasari pelbagai kajian multiaspek, mulai dari kajian mengenai lingkungan, nasib masyarakat di lokasi tambang, hingga potensi tambang ilegal yang bermasalah. Kajian tersebut didiskusikan bersama dengan para akademisi, pengelola tambang dan ahli lingkungan hidup yang disampaikan pada rapat pleno PP Muhammadiyah di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat pada 13, Juli lalu.

Di kubu Nahdliyin, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengatakan organisasinya menerima tawaran pemerintah ihwal IUPK karena memang membutuhkan sumber pendanaan baru. “Kami determined,” kata Yahya saat berbicara dalam acara “Halaqoh Ulama: Sikapi Fatwa MUI Terkait Ijtima Ulama Soal Salam Lintas Agama” pada Rabu, 12 Juni lalu.

Sumber pendanaan baru yang dimaksud Yahya ialah soal pengelolaan usaha yang dikelola PBNU selama ini. Misalnya, Nahdliyin-warga NU memiliki 30 ribu pondok pesantren dan madrasah. 

Iklan

Namun, sumber daya dan kapasitas yang ada saat ini sudah tak cukup lagi untuk menopang keberlanjutan program tersebut. Salah satu contohnya ialah keterbatasan dana dalam merenovasi pondok pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur hingga pemberian gaji layak bagi para pengajar di fasilitas pendidikan milik Nahdliyin.

Pada sisi lain, Anggota Komisi bidang Energi DPR, Mulyanto, mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Politikus PKS itu menjelaskan, pada Pasal 75 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang Minerba, telah secara jelas diatur, bahwa prioritas pemberian wilayah IUPK, diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau milik Daerah (BUMD). Bukan kepada ormas keagamaan.

“Sedang untuk badan usaha swasta pemberian WIUPK dilakukan melalui proses lelang yang truthful,” kata Mulyanto.

Dalih pemerintah untuk memberikan keadilan ekonomi, kata dia, adalah hal yang keliru. Sebab, idealnya pemberian WIUPK bagi ormas keagamaan mesti dieksekusi melalui lelang, bukan dibagikan secara prioritas.

Ia khawatir pemberian WIUPK ini malah menjadi intervensi pemerintah dalam mengontrol bidang usaha yang dikelola ormas keagamaan selama ini. Apalagi, usaha pertambangan merupakan jenis usaha yang memiliki risiko tinggi, baik dari segi finansial maupun risiko kerusakan ekologi. “Saya khawatir ini bisa jadi ‘jebakan Batman’ bagi ormas,” ucap Mulyanto.

Pilihan Editor: NU dan Muhammadiyah Terima Izin Tambang Ormas, Pegiat Singgung Soal Kemaslahatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *