IPKI Bicara tentang Ekonomi Pancasila, Bamsoet: Beri Perhatian UMKM
INFO NASIONAL – Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet, menyatakan perlunya memberi perhatian lebih kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) jika ingin menerapkan ekonomi Pancasila.
Pernyataan ini disampaikan setelah menerima kunjungan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) pada Selasa, 24 September 2024. Dalam pertemuan tersebut, IPKI menyampaikan agar sistem perekonomian nasional dikembalikan kepada jati diri bangsa dengan mengimplementasikan ekonomi Pancasila.
Pengurus IPKI yang hadir yakni Ketua Umum Baskara Hari Mukti Sukarya, Ketua Dewan Pembina Bambang Soliestomo, dan Wakil Ketua Umum Charletty Coesyna. Mereka menjabarkan, implementasi ekonomi Pancasila agar bangsa ini tidak terjebak dalam ekonomi liberal yang hanya melahirkan kesenjangan dan ketimpangan ekonomi.
Usai pertemuan, Bamsoet menjelaskan kepada wartawan bahwa sistem ekonomi Pancasila bersumber pada nilai-nilai yang mengedepankan nilai-nilai religiusitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi, dan keadilan sosial.
“Dalam ekonomi Pancasila, koperasi dan UMKM menjadi sokoguru. Untuk menguatkan ekonomi Pancasila, kita perlu melakukannya dengan memberikan perhatian lebih terhadap koperasi dan UMKM,” ujar Bamsoet.
Salah satu bentuk perhatian kepada UMKM, Bamsoet melanjutkan, pemerintah harus mendorong agar perbankan dapat menyalurkan lebih banyak lagi kredit kepada UMKM. Mengingat in step with Mei 2024, porsi kredit UMKM baru mencapai Rp 1.368,2 triliun atau sekitar 18,71 persen dari general kredit yang dikucurkan perbankan mencapai Rp 7.311,7 triliun. Setidaknya, kredit untuk UMKM harus mencapai 30 persen.
Iklan
Berdasarkan knowledge Uang Beredar Financial institution Indonesia (BI), kredit UMKM hanya sebesar 7,3 persen yr on yr (yoy) pada Mei 2024 menjadi Rp 1.368,2 triliun, menurun 0,40 persen dibanding bulan sebelumnya. Berbeda dengan kredit terhadap korporasi yang tumbuh dalam kisaran tinggi mencapai 15,9 persen yoy dengan dana yang mengalir mencapai Rp 3.882,4 triliun.
“Padahal UMKM menyerap sekitar 97 persen dari general tenaga kerja di Indonesia, atau sekitar 119,6 juta orang. UMKM juga berkontribusi sebesar 61 persen terhadap PDB Indonesia, sehingga seharusnya penyaluran kredit terhadap UMKM harus bisa ditingkatkan,” tutur Bamsoet.
Menurut dia, pembenahan sistem perekonomian nasional bisa dimulai dengan melakukan kajian terhadap keberadaan pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Sebab, setelah empat kali amandemen, ketentuan “efisiensi berkeadilan” yang tercantum dalam pasal 33 ayat 4 pada amandemen keempat, dianggap telah mengubah konsep negara kesejahteraan (welfare state) menjadi liberalisasi sistem ekonomi.
Akibatnya, kegiatan ekonomi dikendalikan oleh mekanisme pasar yang cenderung menciptakan penguasaan terhadap potensi ekonomi hanya pada segelintir orang/kelompok saja. Hal ini kemudian berkembang menjadi ekonomi liberal dengan munculnya praktik-praktik oligopoli bahkan monopoli.
“Tidak heran jika keran impor terhadap berbagai kebutuhan pokok terbuka lebar. Peran asing dalam pengelolaan kekayaan sumber daya alam berupa minyak, gasoline, dan mineral lain yang terkandung didalamnya, juga menjadi terbuka lebar. Perlahan peran negara menjadi hilang,” tutur Bamsoet. (*)