Dosen Fisipol UGM Kupas Tantangan Zaken Kabinet Prabowo-Gibran
TEMPO.CO, Jakarta – Menjelang pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober, konsep Zaken Kabinet kembali dibahas. Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati menekankan pentingnya konsep ini untuk tantangan yang dihadapi Kabinet Prabowo-Gibran.
“Definisi normatif Zaken Kabinet adalah kabinet yang terdiri dari kombinasi teknokrat, profesional, dan politisi,” ujar Mada Sukmajati, Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM dalam diskusi soal tantangan zaken Kabinet Prabowo-Gibran pada Rabu, 9 Oktober 2024, seperti yang dikutip dari laman resmi UGM.
Istilah Zaken Kabinet pertama kali diterapkan secara historis dalam Kabinet Djuanda pada masa demokrasi liberal Indonesia. Penerapan Zaken Kabinet saat ini berbeda, mengingat perbedaan dalam sistem politik. Di technology Kabinet Djuanda, Indonesia menganut sistem parlementer, sementara saat ini menggunakan sistem presidensial. Meski demikian, Mada mengamati bahwa tantangan dan dilema yang dihadapi tetap serupa, terutama dalam hal akomodasi kekuatan politik dan kebutuhan untuk menghasilkan kebijakan yang efektif dengan segera.
“Baik di masa Djuanda maupun saat ini, ada kebutuhan untuk menjaga stabilitas politik, sehingga mengakomodasi kekuatan politik adalah suatu keharusan,” kata dia.
Mada juga menekankan bahwa salah satu tantangan utama dalam pembentukan Zaken Kabinet di technology trendy adalah menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan. Ia melihat dua aspek ini sebagai dilema kelembagaan dalam penerapan Zaken Kabinet di Indonesia. Kombinasi sistem presidensial dengan multipartai sering kali menghadirkan tantangan bagi presiden dalam memilih antara mengakomodasi semua partai pendukung atau membatasi kabinet hanya pada teknokrat dan profesional.
“Jika prioritasnya adalah stabilitas politik, maka mengakomodasi sebanyak mungkin partai politik bisa menjadi pilihan, meski ini bisa memperlambat realisasi program-program pemerintah,” kata Mada.
Di sisi lain, pembentukan kabinet yang didominasi oleh teknokrat dan profesional dapat mempercepat implementasi kebijakan, tetapi hal ini berisiko melemahkan dukungan politik. Selain itu, Mada juga menyoroti bahwa dalam sistem politik Indonesia, insentif untuk oposisi sangat minim, yang membuat partai-partai lebih memilih untuk terlibat dalam pemerintahan daripada berada di luar.
“Di Indonesia, menjadi oposisi tidak memberikan akses yang memadai terhadap sumber daya negara, sementara partai-partai di dalam kabinet dapat memanfaatkan posisi mereka untuk memperkuat foundation politik di daerah,” jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa terdapat kecenderungan partai-partai politik untuk selalu mencari posisi dalam kabinet, meskipun hal tersebut dapat memengaruhi efektivitas pemerintahan.
Mada menjelaskan bahwa pola Zaken Kabinet sebenarnya telah mulai terbentuk sejak technology Presiden SBY dan dilanjutkan pada technology Presiden Jokowi, terutama di posisi strategis seperti Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri.
Iklan
“Posisi-posisi strategis seperti Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri biasanya diisi oleh teknokrat atau profesional, karena objektivitas dalam mengambil kebijakan publik sangat diutamakan di posisi ini,” kata Mada.
Mada menyatakan bahwa, merujuk pada konteks kelembagaan di Indonesia saat ini, type Zaken Kabinet masih relevan dan dapat menjadi pilihan untuk pemerintahan ke depan, khususnya dalam menjaga keseimbangan antara politik dan profesionalisme.
Sementara, Presiden Joko Widodo, mendukung langkah Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk Zaken Kabinet. Jokowi menilai penyusunan komposisi menteri yang berasal dari kalangan ahli bisa mendorong pemerintahan untuk langsung bekerja.
“Saya rasa bagus sekali,” kata Jokowi ditemui di Istana Merdeka, Jakarta, pada Sabtu, 21 September 2024.
“Bagus sekali, artinya memang kabinet yang bekerja, kabinet yang setelah dilantik akan segera bergerak, bekerja dan tidak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu.”
Jokowi tidak banyak berkomentar mengenai kemungkinan penambahan jumlah menteri di kabinet usai revisi UU Kementerian Negara. “Itu hak prerogatif presiden terpilih. Saya yakin kabinet (Prabowo) akan sangat bagus sekali,” katanya.
MYESHA FATINA RACHMAN I DANIEL A FAJRI
Pilihan Editor: Gembar-gembor Prabowo-Gibran Buat Kabinet Zaken, Bukan Hal Baru dalam Sejarah Indonesia