Logo Tempo

Pakar Beri 5 Catatan Program Pemeriksaan Kesehatan Free of charge yang Dimulai 10 Februari


TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat kesehatan masyarakat dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengatakan rencana pemeriksaan kesehatan gratis yang akan dijalankan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah positif. Namun, ia menekankan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya agar program ini benar-benar efektif dan tidak sekadar menjadi acara seremonial.

“Kenapa positif? Karena ini bicara upaya promotif dan preventif, dan bicara program kesehatan masyarakat itu bicara upaya untuk melakukan deteksi secara dini dan bahkan pencegahan secara dini,” kata dia melalui pesan suara kepada Pace, Kamis, 6 Februari 2025.  

Epidemiolog ini menyatakan bahwa aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan program cek kesehatan free of charge. Keberlanjutan ini mencakup konsistensi komitmen, konsistensi politik, serta konsistensi dalam penganggaran.  

“Ketika satu program itu sifatnya tidak berkelanjutan, tentu bicara kesehatan ya, dia tidak akan tercapai tujuannya karena investasi kesehatan itu perlu waktu untuk mendapatkan hasilnya,” ujarnya.

Aspek kedua yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam program ini adalah aksesibilitas. Ia mengatakan pemeriksaan kesehatan free of charge harus dapat menjangkau kelompok rentan dan mereka yang berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan. Dalam hal ini, Dicky menyarankan pemerintah untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, baik itu dengan LSM, Posyandu, dan juga Puskesmas.  

“Seperti lansia, pekerja casual, atau masyarakat dengan akses terbatas ke layanan kesehatan,” tutur dia.  

Aspek ketiga, kata Dicky, adalah pemerintah harus melakukan edukasi kepada publik dengan strategi komunikasi risiko. Langkah ini, menurut dia, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam menjalani pemeriksaan kesehatan secara mandiri.  

“Bagi yang merasa bahkan mampu secara ekonomi, dia akan melakukan (cek kesehatan) secara mandiri. Bahkan meningkatkan partisipasi publik ini juga akan dia bantu lakukan,” tutur dia.  

Keempat, Dicky juga menyoroti pentingnya kualitas dalam program ini. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan kesehatan free of charge harus memenuhi standar layanan yang baik, termasuk jenis pemeriksaan yang dilakukan, metode yang digunakan, dan aspek lainnya. Selain itu, ia menekankan perlunya mekanisme tindak lanjut bagi pasien yang didiagnosis memiliki masalah kesehatan serius. Mekanisme rujukan dan pembiayaan harus jelas, mengingat hal ini berkaitan dengan kemampuan pendanaan, seperti melalui skema BPJS.  

“Dan sekali lagi, ini kaitan dengan tindak lanjut. Jadi pemeriksaan free of charge ini harus punya standar pelayanan yang baik. Jadi bukan sekadar formalitas periksa-periksa. Jadi harus ada standarnya,” ujar dia.  

Kelima, catatan dari Dicky adalah pemerintah harus memperhatikan sumber daya dalam program ini. Dicky mengatakan pemerintah harus memastikan ketersediaan tenaga kesehatan, fasilitas, dan peralatan pemeriksaan yang memadai. Hal ini penting untuk mencegah keterbatasan sumber daya yang dapat menghambat kelancaran layanan pemeriksaan kesehatan free of charge.  

“Supaya tidak terjadi bottleneck. Ini banyak alat periksanya, tempatnya, orangnya yang terbatas, bottleneck. Itu akan jadi kegaduhan. Ini tentu akan menurunkan performa dari program itu sendiri,” kata dia.  

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4,7 triliun untuk program pemeriksaan kesehatan free of charge. Anggaran tersebut berasal dari alokasi anggaran Kementerian Kesehatan serta Presiden Prabowo Subianto.  

“Ada yang dari Kemenkes dan fast win, ditambah sama Pak Prabowo,” kata Budi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Februari 2025.  

Program pemeriksaan kesehatan free of charge ini akan mulai direalisasikan pada 10 Februari mendatang. Kegiatan ini akan menyasar 280 juta penduduk. Tapi Budi memperkirakan anggaran Rp 4,7 triliun itu cukup untuk 200 juta penduduk.

Hendrik Yaputra dan Alif Ilham berkontribusi dalam tulisan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *