Sekjen PDIP Ditahan KPK: Jejak Hasto dan OTT Harun Masuki yang Gagal pada 2020
TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIPl Hasto Kristiyanto akhirnya resmi ditahan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) terkait kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice). Dalam perkara buron Harun Masiku itu, Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Desember 2024 dan kemudian baru ditahan pada Kamis kemarin, 20 Februari 2025.
“Hasto dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto pada saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyuapan itu, kata Setyo, dilakukan bersama-sama dengan bekas kader PDIP Saeful Bahri berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Agustiani Tio. Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Di Bawah Lindungan Tirtayasa
Perkara dugaan perintangan hukum yang dilakukan Hasto dalam kasus Harun Masiku sebenarnya pernah diungkap majalah Tempo edisi 11 Januari 2020 silam dalam laporan “Di Bawah Lindungan Tirtayasa”. Malam itu, Rabu, 8 Januari 2020 pukul 20.00, Harun dijemput petugas keamanan di kantor Hasto, Nurhasan, untuk menemui Sekjen PDIP di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Sebelum berangkat, Nurhasan meminta Harun untuk merendam telepon selulernya di dalam air. Tak bisa menjelaskan alasannya, Nurhasan kemudian menawarkan diri menjemput Harun di dekat sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum di sekitar Cikini, Jakarta Pusat. Dalam keadaan gerimis, Harun lalu membonceng Nurhasan ke lokasi pertemuan dengan Hasto.
Gerak-gerik mereka dipantau oleh petugas KPK. Siang beberapa jam sebelumnya, KPK menangkap Wahyu Setiawan, karena diduga menerima suap untuk meloloskan Harun ke DPR RI. Bersama Wahyu, tujuh orang lain juga digulung. Dua di antaranya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, kader PDIP yang dianggap dekat dengan Hasto.
Di PTIK, tim KPK terus mengamati keberadaan Harun dan Hasto, yang ditengarai mengetahui penyuapan. Sembari terus memantau keberadaan target, lima penyelidik rehat sejenak untuk menunaikan salat isya di masjid Daarul ‘Ilmi di kompleks PTIK. Namun, ketika hendak masuk masjid, mereka malah dicokok sejumlah polisi. Operasi senyap untuk menangkap Hasto dan Harun pun buyar.
“Tim penyelidik kami sempat dicegah oleh petugas PTIK dan kemudian dicari identitasnya. Penyelidik kami hendak salat,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, Kamis, 9 Januari 2020.
Di antara polisi yang menawan petugas KPK, salah seorangnya adalah Kepala Subdirektorat IV Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Ajun Komisaris Besar Hendy Febrianto Kurniawan. Para polisi mengambil foto tim KPK dan memaksa mereka menyerahkan kata sandi ponsel masing-masing.
Mendengar keributan, seorang petugas KPK yang bersiaga di sekitar pintu depan PTIK merapat ke masjid. Ia mengenali Hendy, yang pernah bertugas di KPK. Hendy mundur dari lembaga antirasuh dan kembali ke Polri pada 2012. Pada 2015, ia pernah menjadi saksi yang memojokkan KPK dalam sidang praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan, calon Kepala Polri saat itu.
Disapa oleh mantan koleganya di KPK, Hendy menyatakan tak kenal. Ia dan para polisi kemudian menggelandang lima petugas KPK ke sebuah ruangan untuk diinterogasi. Polisi pun memaksa para penyelidik itu menjalani tes urine. Setelah ditahan sekitar tujuh jam, mereka baru dilepas setelah Direktur Penyidikan KPK R.Z. Panca Putra Simanjuntak tiba di sana pada Kamis dini hari.
Belakangan, dalam sidang praperadilan Hasto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Kamis, 6 Februari 2025 lalu, KPK menyebut ada peran Hendy— kini berpangkat Kombes dan menjabat Dirreskrimsus Polda Kaltara—dalam lolosnya Hasto dan Harun dari operasi tangkap tangan atau OTT di PTIK pada Januari 2020 tersebut.
Tim Hukum KPK Iskandar Marwanto mengatakan, ketika itu tim penindakan lembaga antirasuah diintimidasi oleh lima orang saat melakukan pengejaran terhadap Harun. Salah satunya oleh Hendy, yang masih berpangkat AKBP. Diduga, kelima orang dari kepolisian itu merupakan suruhan Hasto untuk menggagalkan OTT terhadap dirinya dan Harun.
“Petugas termohon (KPK) malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Iskandar Marwanto, dikutip dari Antara
Harun, biang keladi perkara ini, merupakan calon anggota legislatif dari PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Pada Pemilu 2019, perolehan suaranya di urutan kelima. PDIP ingin mengganti Nazarudin Kiemas, calon legislator peraih suara terbanyak, yang meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan, dengan Harun. Tapi, sesuai aturan, KPU menetapkan Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak kedua, sebagai calon anggota DPR.
Upaya Hasto diduga menggagalkan OTT KPK pada awal Januari 2020 bukan tanpa sebab. Saat menetapkan Sekjen PDIP itu sebagai tersangka, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan, selain membantu pelarian Harun, Hasto juga memiliki peran vital dalam penyuapan tersebut. Berdasarkan penyidikan KPK, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap.
“Uang suap sebagian dari HK (Hasto Kristiyanto), itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Setyo mengatakan, sejak awal Hasto memang ngotot untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Padahal, seharusnya posisi Nazarudin saat itu digantikan oleh Riezky Aprilia yang mendapat suara kedua terbanyak dalam Pemilu 2019.
Hasto, kata Setyo, mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung soal penetapan anggota pergantian antar waktu (PAW) agar Harun yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Setyo juga menyatakan Hasto mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri agar Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin.
“Bahkan, HK sempat menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR dan memintanya mundur setelah pelantikan. HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Namun hal tersebut ditolak oleh Riezky,” kata Setyo.
Karena upayanya menekan Riezky tidak berhasil, lanjut Setyo, Hasto menempuh jalan mendekati Wahyu Setiawan yang notabene merupakan kader PDIP agar bisa memuluskan jalan Harun menjadi anggota DPR. Hasto menemui Wahyu Setiawan pada 31 Agustus 2019 untuk memenuhi 2 usulan yang diajukan oleh DPP PDIP yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel jadi anggota DPR.
Hasto, menurut Setyo, juga sempat mengutus kader PDIP lainnya, Donny Tri Istiqomah, untuk melobi Wahyu Setiawan agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin. Donny, yang juga diumumkan sebagai tersangka bersamaan dengan Hasto, pun sempat menyerahkan uang suap kepada Wahyu atas perintah Hasto. Uang itu, menurut Setyo diserahkan melalui eks Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina.
“Pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nurhasan menelpon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Mutia Yuantisya, Ade Ridwan Yandwiputra, Linda Trianita, Budiarti Utami Putri, M. Rosseno Aji, dan Dewi Nurita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Hasto PDIP Dijerat Pasal Obstructiob of Justice, Apa Itu?