Logo Tempo

PT BTID Lepas Pelampung yang Batasi Akses Nelayan di Serangan, Bali: Ingatkan Tetap Pahami Risikonya


TEMPO.CO, Jakarta – PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali di Pulau Serangan melepas pelampung yang sebelumnya menutup akses masuk nelayan ke perairan di kawasan PT BTID pada Senin, 3 Maret 2025. 

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bali Putu Sumardiana, memastikan pencopotan pelampung pembatas laut di Pulau Serangan sepenuhnya dilakukan demi akses nelayan. “Iya saya pastikan, tadi sudah saya cek mengukur sepanjang 20 meter,” kata di Denpasar, Kamis, 6 Maret 2025 seperti dilansir dari Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sumardiana menyampaikan, pelepasan pelampung sebenarnya telah dilakukan sejak Senin, namun baru rampung pada Kamis, 6 Maret 2025. “Pada hari ini disepakati untuk tuntas bersih semua, Senin kemarin baru melepas sebagian, hari ini lah sudah semua dicabut pelampungnya, tadi jam 2 siang sudah dicabut,” ujar dia.

Kendati pelampung telah dilepas, Sumardiana mewanti-wanti nelayan memahami risiko bahaya di sana, sebab terdapat palung dengan kedalaman air 8 meter yang umumnya tidak dipahami masyarakat luar Desa Serangan.

Hal serupa disampaikan Lurah Serangan, Wayan Sukanami. “Kenapa kemarin dipakein pelampung, menurut pihak BTID itu daerah yang curam, yang berbahaya karena ada palung itu istilahnya dengan kedalaman 8 meter,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Jumat, Maret 2025.

Selain itu, kata Sukanami, KEK Kura-kura Bali juga bakal segera memulai pembangunan marina internasional di wilayah tersebut pada April 2025.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, sebagai gantinya, Pemprov Bali dan PT BTID kemudian memasang rambu-rambu peringatan keamanan dan keselamatan di lokasi proyek infrastruktur marina internasional, sebab tidak memungkinkan dilakukan penjagaan 24 jam penuh.

“Nanti ada edukasi kepada masyarakat bahwa lokasi ini cukup dalam karena ada palungnya, ini demi keselamatan nelayan,” kata Sumardiana.

Head of Communication PT BTID, Zakki Hakim, menambahkan keberadaan rambu-rambu ini juga membantu memitigasi resiko di area konstruksi dan memastikan lingkungan kerja tetap aman bagi semua. 

“Pentingnya ada tanda rambu-rambu dipasang di sini, untuk memberi peringatan bahwa areal ini cukup berbahaya. Nantinya juga akan ada lebih banyak lagi kegiatan konstruksi alat-alat berat yang berlalu lalang, baik di darat maupun di air,” jelas Zakki dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 6 Maret 2025.

Adapun, menurut dia, pasca berita soal pelepasan pelampung beredar, pemancing dari luar Desa Serangan mulai datang sehingga edukasi dan rambu-rambu peringatan penting dipasang.

“Kemarin kami lihat waktu pemberitaan pelampung akan dilepas langsung ada pemancing dari Gianyar dan Denpasar mereka sewa perahu mau mancing, mancingnya turun ke air segala, harus dikasih tahu harus diedukasi dan pentingnya ada tanda-tanda dipasang peringatan ini area berbahaya,” ujar Zakki.

Pengelola KEK Kura-kura Bali juga meminta pemerintah daerah memberi edukasi ke unsur pariwisata, sebab pengelola melihat sejumlah jetski mulai berlalu lalang di area yang peruntukannya hanya untuk nelayan kecil.

Sebelumnya, sejak 2018 lalu PT BTID sebagai pengelola KEK Kura-kura Bali di Pulau Serangan memasang pelampung yang membuat kapal kecil nelayan tidak dapat masuk, gantinya nelayan lokal bisa memancing dari pinggir dan menggunakan identitas yang diatur pengelola.

Dilansir dari catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, yang dibagikan pada konferensi pers guna mengkritisi sejumlah aktivitas pembangunan oleh PT BTID di Pulau Serangan pada Selasa, 4 Februari 2025 di Kubu Kopi Bali, pelampung atau pagar laut itu memiliki panjang sekitar 143 meter yang terbentang dari barat laut ke arah tenggara.

Karenanya, penutupan kawasan teluk ini dinilai mengarah pada upaya privatisasi perairan oleh PT BTID seluas 46,83 hektar.

“Pemasangan pelampung itu kami kecam keras karena menurut kami nggak ada dasarnya BTID masang pelampung, kendati pun klaimnya itu adalah untuk pengamanan dari indikasi penyeludupan BBM liar seperti apa yang sempat dikatakan presiden komisaris utamanya, Bapak Tanto Wiyahya, itu menurut kami suatu bentuk hal yang mengada-ngada,” kata Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata, kepada media di Kubu Kopi Bali, Denpasar pada Selasa, 4 Februari 2025.

Made Sugita, salah satu nelayan dari Desa Serangan, sebelumnya juga mengaku terganggu dengan pemasangan pelampung tersebut, pasalnya wilayah tersebut merupakan wilayah yang cukup produktif. Karena itu, dia meminta agar masyarakat dibebaskan kembali untuk mencari ikan hingga budidaya rumput laut di wilayah tersebut.

“Dibebaskan saja dia ke sana, dia nggak pakai perahu, mau pasang jaring di sana, cari ikan dia kan bebas dia di sana kayak saya dulu, pernah pelihara rumput saya di sana,” kata Made Sugita saat ditemui Tempo di Desa Serangan, pada Jumat, 7 Februari 2025.

Ni Kadek Trisna Cintya Dewi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Polemik Proyek PT BTID di Pulau Serangan Bali, Apa yang Terjadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *