Revisi UU Pilkada Batal Disahkan DPR, Peneliti LSJ UGM: Hati-hati dengan Perpu Anulir Putusan MK
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, alasan DPR batal mengesahkan RUU Pilkada tidak berhubungan dengan demonstrasi pada hari yang sama, pada Kamis, Pada 22 Agustus 2024. Dasco mengatakan, pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada telah diputuskan saat DPR gagal menggelar rapat paripurna pada pagi hari. Pembatalan ini membuat Pilkada 2024 menggunakan putusan MK.
Peneliti Heart for Regulation and Social Justice (LSJ) Universitas Gadjah Mada atau UGM, Markus Togar menilai, dengan pembatalan RUU Pilkada tersebut, Kaesang jelas tidak dapat maju sebagai calon kepala daerah Pilkada 2024. Sebab, berdasarkan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, umur Kaesang belum genap 30 tahun ketika penetapan calon oleh KPU. Meskipun Kaesang tidak dapat maju, tetapi ada downside lain dalam pemerintahan untuk tetap meloloskan Kaesang.
“Problemnya sekarang adalah Badan Legislasi atau Baleg DPR yang ingin merevisi RUU Pilkada supaya Kaesang bisa lolos. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sedang kacau karena harus berkonsultasi ke DPR guna penyelenggaraan pemilihan sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Konsultasi ini mengakibatkan KPU tidak bisa independen dalam menentukan aturan pemilihan karena harus konsultasi dengan DPR,” kata Markus kepada Pace.co, pada 23 Agustus 2024.
Markus juga mengungkapkan terkait skenario bahwa Baleg DPR tidak akan merevisi UU Pilkada dan Peraturan KPU tidak akan diubah. Namun, pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk tetap menganulir putusan MK tersebut.
“Jadi, bentuk anulirnya bukan dari Baleg DPR, tetapi Presiden yang mengeluarkan Perpu untuk mengakali putusan MK sehingga tidak dapat berlaku,” katanya.
Menurut Markus, pemerintah yang tetap akan menganulir Putusan MK, baik sekarang maupun masa depan tidak memberikan dampak berbeda. Pemerintah tetap akan memuluskan jalan rezim Jokowi berkuasa.
“Saya bukan benci pada orangnya, tetapi saya benci pada caranya. Cara-cara demikian yang serba instan dan mengangkangi hukum, baik di masa depan maupun masa sekarang, tetap harus kita lawan bersama,” ujar Markus.
Iklan
Markus juga menyampaikan penganuliran Putusan MK nomor 70 tersebut dapat menjadi kendaraan dinasti politik. Saat Pilpres 2024, Jokowi sudah cawe-cawe kelancaran pencalonan Gibran. Tidak menutup kemungkinan, Jokowi juga akan melakukannya kepada Kaesang, meskipun belum tentu terpilih.
“Dari peristiwa ini, kita dapat melihat bahwa otokrasi yang menopang Jokowi terlampau kuat sehingga mampu menjadikan Gibran sebagai Wapres terpilih,” kata dia.
Kendati demikian, Markus menyadarkan bahwa dalam Pilkada 2024, gerakan sosial masyarakat semakin meluas daripada Pilpres 2024. Kondisi ini menunjukkan masyarakat semakin sadar bahwa dinasti politik semakin nyata. Pelanggengan dinasti ini menggunakan cara-cara autocratic legalism yang membuat Jokowi membentuk dan menggunakan hukum untuk kepentingan sendiri.
Menyikapi kondisi tersebut, Markus menegaskan, Heart for Regulation and Social Justice (LSJ) UGM menolak segala tindakan yang mengakali putusan MK. LSJ UGM juga menolak pihak-pihak yang akan mengintervensi pilkada 2024.
RACHEL FARAHDIBA R | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Aksi Kawal Putusan MK, Peneliti LSJ UGM: Momen Pas Teriakkan Kemuakan Kita Terhadap Rezim Jokowi