Mereka Minta Kasus Ayam Goreng Widuran Dibawa ke Jalur Hukum
RUMAH Makan Ayam Goreng Widuran Solo, Jawa Tengah, menjadi sorotan setelah manajemen mengumumkan label non-halal pada produk mereka melalui sosial media @ayamgorengwiduransolo pada Jumat, 23 Mei 2025.
Pengelola menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyatakan telah mencantumkan keterangan non-halal di seluruh warung mereka. Pengelola rumah makan juga mencantumkan keterangan non-halal di Google Maps.
“Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik,” demikian bunyi pemberitahuan itu.
Rumah makan itu sudah berdiri sejak 1973 dan cukup dikenal sebagai salah satu kuliner legendaris di Kota Bengawan. Pace masih berupaya menghubungi pengelola Ayam Goreng Widuran Solo melalui kontak yang tertera di akun media sosial @ayamgorengwiduransolo. Panggilan dan pesan yang ditujukan ke nomor tersebut terhubung, tetapi belum ada respons.
MUI Dorong Pemerintah Tindak Ayam Goreng Widuran
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh mengingatkan kasus Ayam Goreng Widuran bisa merusak reputasi Kota Solo, khususnya pengusaha kuliner, jika tidak segera diambil langkah tegas, baik secara administratif maupun hukum.
“Kalau tidak dilakukan langkah cepat, bisa merusak Kota Solo yang religius dan inklusif. Kasus Widuran ini contoh pelaku usaha yang culas dan tidak jujur, yang bisa merusak reputasi Kota Solo,” kata Asrorun Ni’am di Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.
Ni’am memandang kasus Ayam Widuran juga dapat merugikan pelaku usaha di Kota Solo, merusak kepercayaan publik kepada seluruh Kota Solo, dan berdampak menurunkan jumlah wisatawan karena rasa tidak aman terhadap menu makanan di Solo.
Karena itu, dia mendorong pemerintah daerah (pemda) segera melakukan langkah-langkah, baik administratif maupun hukum. Dia juga menekankan aparat pemerintah harus melakukan langkah tegas, tidak boleh abai, untuk menanggapi kasus tersebut.
“Pelaku usaha harus patuh pada undang-undang yang mewajibkan sertifikat halal bagi produk pangan yang diperdagangkan di Indonesia. Kalau tidak, ada sanksinya. Aparat pemerintah harus melakukan langkah tegas, tidak boleh abai,” ujar Ni’am.
Guru Besar Ilmu Fikih Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu menjelaskan ayam termasuk hewan yang halal untuk dikonsumsi. Tetapi jika tidak disembelih secara benar, maka bisa haram dan hukumnya seperti bangkai.
Pemastian produk halal, kata dia, tidak hanya dilihat pada menu dan bahannya, tetapi juga harus dipastikan proses pengolahannya. “Ayam yang disembelih secara benar, tapi jika digoreng dengan minyak babi, maka haram dikonsumsi. Menu ayam tidak serta merta dipastikan halal,” kata dia.
Muhammadiyah Minta Kasus Ayam Goreng Widuran Dibawa ke Jalur Hukum
Adapun Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mendesak agar permasalahan penyajian menu non-halal oleh restoran Ayam Goreng Widuran dibawa ke jalur hukum. Anwar Abbas menilai pengakuan dari pengelola restoran yang menyajikan menu non-halal tanpa mencantumkan informasi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Alasannya, Anwar menyebutkan tindakan pengelola restoran telah melanggar Undang-Undang Jaminan Produk Halal. “Pihak penegak hukum harus memproses kasus Ayam Goreng Widuran sebagaimana mestinya,” ujar Anwar dalam keterangan resmi pada Senin, 26 Mei 2025.
Dia menyebutkan pengelola restoran tidak bisa berdalih dengan mengatakan tak mengetahui ketentuan pencantuman informasi mengenai unsur non-halal dalam sebuah makanan. Sebab, UU JBH telah berlaku sejak 2014. Sementara, kata Anwar, informasi label non-halal yang dipasang oleh restoran Ayam Goreng Widuran dilakukan baru-baru ini setelah diprotes oleh masyarakat.
Karena itu, Anwar menilai ada unsur kesengajaan dari pengelola restoran itu. “Jika si pelaku mengatakan dia tidak tahu maka ketidaktahuan yang bersangkutan tidak akan bisa membebaskannya dari jeratan hukum,” tutur Wakil Ketua MUI itu.
Dia juga menyebutkan ada pembiaran yang dilakukan oleh pengelola restoran karena tak memperingatkan konsumen muslim ketika menikmati Ayam Goreng Widuran. Bila restoran berniat transparan terhadap standing non-halal tersebut, Anwar berujar semestinya pengelola mengatakan secara jelas kepada konsumen yang mengenakan atribut Islam, misalnya perempuan yang berhijab. “Tetapi ternyata hal itu tidak terjadi,” tuturnya.
Anwar mendesak polisi mengusut kasus ini. Dia mewanti-wanti polisi tidak terpedaya dengan dalih ketidaktahuan pengelola restoran.
Restoran Ayam Goreng Widuran Ditutup untuk Asesmen Ulang
Sementara itu, Wali Kota Solo Respati Ardi bersama Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Perdagangan Kota Solo telah mendatangi Rumah Makan Ayam Goreng Widuran di Jalan Sutan Syahrir Nomor 7 Solo pada Senin, 26 Mei 2025. Respati hanya ditemui oleh para pegawai yang sedang bekerja hari itu. Dia kemudian berdialog dengan para pegawai itu.
Dia pun meminta kepada pegawai untuk berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan pemilik rumah makan. Dalam perbincangan dengan sang pemilik, Respati menyampaikan arahan agar warung makan tersebut ditutup untuk asesmen ulang terhadap kehalalan dan ketidakhalalan produk yang dijual. Permintaan itu pun dipenuhi oleh sang pemilik.
“Alhamdulillah tadi saya diterima dengan baik oleh karyawan yang bertugas dan juga telepon dengan pemilik usaha dan saya mengimbau agar ditutup terlebih dahulu untuk dilakukan asesmen ulang oleh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait mengenai kehalalan dan ketidakhalalan produk yang dijual di sini,” ujar Respati.
Respati mengatakan dia menyerahkan semua keputusan kepada pemilik usaha apakah akan tetap mempertahankan standing kulinernya non-halal maupun halal. Jika pemilik mau menyatakan halal, dia mempersilakan mengajukan ke lembaga terkait. Demikian juga jika tidak, dipersilakan mengajukan ketidakhalalan.
“Tutupnya in line with hari ini (Senin, 26 Mei 2025) ya. Nanti kita lihat dari asesmen BPOM, Kemenag, nanti verifikasinya dari OPD, baru nanti bisa dibuka kembali,” ucapnya.
Kepala Satpol PP Kota Solo Didik Anggono menambahkan penutupan sementara Ayam Goreng Widuran tersebut dilakukan secara mandiri atas saran dari Wali Kota Solo. Dia mengatakan akan melakukan pengamanan dan pengawasan melekat. Artinya, selama rumah makan itu ditutup secara fisik nanti juga diawasi penjualannya.
Selama ditutup pun, mereka juga tidak menerima pesanan. “Jadi tutup benar-benar tutup sebelum hasil dari asesmen keluar,” ujar Didik.
Nandito Putra, Septia Ryanthie, Dian Rahma Fika, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Hilangnya Istilah Orde Lama dalam Revisi Naskah Sejarah