Rektor UII Beri Bantuan Hukum Mahasiswa Penggugat UU TNI
TEMPO.CO, Yogyakarta — Universitas Islam Indonesia (UII) memberikan bantuan hukum terhadap tiga mahasiswa Fakultas Hukum yang ditengarai mengalami intimidasi setelah mengajukan uji materi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi. Rektor UII Fathul Wahid meminta Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UII mendampingi mahasiswa tersebut secara intens.
Menurut dia, LKBH disiapkan kampus untuk memberikan advokasi dan bantuan hukum bagi ketiga mahasiswa. “Semua informasi satu pintu dari LKBH demi keamanan mahasiswa,” ujar Fathul pada Jumat, 30 Mei 2025.
Dia menegaskan permohonan uji materi dan formil atau judicial evaluate ke MK merupakan hak setiap warga negara yang mendapat jaminan konstitusi. “Pelarangan terhadap penggunaan hak tersebut berarti melawan konstitusi,” ujar Fathul.
Tiga mahasiswa Fakultas Hukum UII ditengarai mengalami intimidasi. Para mahasiswa yang ditengarai mengalami intimidasi, yakni Abdur Rahman Aufklarung, Bagus Putra Handika, dan Irsyad Zainul Mutaqin. Mereka berasal dari Mojokerto, Jawa Timur; Grobogan, Jawa Tengah; dan Surya Mataram, Lampung Timur. Ada empat mahasiswa yang mengajukan permohonan uji materi ke MK. Satrio Anggito Abimanyu satu-satunya mahasiswa yang tidak mengalami intimidasi.
Ketiganya mengatakan, petugas bintara pembina desa atau Babinsa dan orang yang mengaku sebagai utusan Mahkamah Konstitusi mendatangi ketua RT dan keluarga mereka di daerah asal masing-masing. Mereka meminta salinan kartu keluarga dan menggali informasi pribadi. Awalnya, seorang petugas Babinsa mendatangi rumah kepala urusan pemerintahan desa di Dusun Ngudi, Pesanggrahan, Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur, pada Ahad siang, 18 Mei 2025. Dia meminta salinan kartu keluarga Abdur Rahman Aufklarung. Ayah Arung, panggilan akrab Abdur, menjabat sebagai kepala desa setempat.
Anggota Babinsa itu tak meminta izin ayah Arung untuk mengambil salinan kartu keluarga. Dia beralasan telah menghubungi sekretaris desa yang sedang bepergian ke luar kota. Ayah Arung baru mengetahui anggota Babinsa itu mengambil salinan kartu keluarga tiga hari setelahnya.
Menurut Arung, ayahnya menelepon petugas Babinsa itu setelah Arung menceritakan peristiwa yang dialami dua temannya. Dari Yogyakarta, melalui sambungan telepon, Arung bertanya kepada ayah dan ibunya perihal salinan kartu keluarga.
“Petugas Babinsa itu bilang mengambil salinan KK atas perintah orang Komando Distrik Militer (Kodim),” kata Arung menirukan ayahnya ketika ditemui Pace di Fakultas Hukum UII, pada Selasa, 27 Mei 2025. Menurut Arung, keluarganya kini mengkhawatirkan keselamatan dirinya. Setelah ramai pemberitaan intimidasi itu, anggota Babinsa yang biasanya sering muncul kini jarang terlihat.