Logo

TPNPB-OPM Akui Penyerangan di RSUD Wamena Langgar Hukum Humaniter Internasional


TEMPO.CO, Jakarta – Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM Sebby Sambom, tak menampik bila tindakan kelompoknya yang menyerang aparat keamanan di depan Rumah Sakit Umum Daerah Wamena melanggar hukum humaniter internasional. Dia berujar, dalam panduan hukum perang rumah sakit dilarang dijadikan sasaran dalam penyerangan.

“Dari sisi lain itu memang benar, rumah sakit tidak boleh dijadikan sasaran dalam perang,” katanya saat dihubungi pada Ahad, 1 Juni 2025.

Namun, menurut dia, tindakan yang dilakukan TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma yang menyerang polisi di depan rumah sakit bisa dimaklumi lantaran kondisi konflik di Papua belakangan ini. Dia menyinggung ihwal masuknya tentara ke gereja yang menjadi tempat berlindung warga sipil dari kontak baku tembak.

“Kami membela diri, maka akan menempuh dengan cara apa saja untuk mengusir kependudukan militer di Papua,” ujarnya.

Selain itu, Sebby mengakui bahwa belum semua milisi TPNPB OPM memahami panduan perang atau hukum humaniter internasional. Salah satu penyebabnya karena keterbatasan akses pengetahuan, sehingga menghambat milisi yang tersebar di wilayah Papua.

Sebby berujar, pada 2012 silam di Konferensi Tingkat Tinggi TPNPB OPM di Biak, pihaknya sempat mencetak sebanyak 1.000 buku panduan hukum humaniter internasional untuk dibagikan ke kombatan. “Tapi Papua itu besar. Stoknya kini habis, jadi belum dibagikan seluruhnya buku itu,” ucap dia.

Sebelumnya, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengecam serangan TPNPB-OPM di house rumah sakit. Menurut Theo, serangan terhadap polisi yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada Rabu malam, 28 Mei 2025 melanggar ketentuan hukum humaniter internasional.

Theo berujar tempat-tempat umum tidak boleh diganggu meski dalam kondisi konflik sekalipun. “Saya sebagai pembela HAM sangat prihatin terhadap penembakan yang terjadi terhadap anggota polisi di Rumah Sakit Umum Wamena,” kata Theo dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 31 Mei 2025.

Dia menyampaikan bahwa house rumah sakit, sekolah, gereja, masjid tidak boleh diganggu dengan cara apapun. “Sekalipun musuh, yang sedang berada di wilayah house rumah sakit harus dilindungi,” ucap Theo.

Theo berujar serangan di fasilitas kesehatan akan mengganggu psikologi seluruh pasien dan petugas rumah sakit. Maka dari itu, dia menilai penembakan di house RSUD Wamena adalah pelanggaran HAM karena hukum humaniter internasional telah melarang serangan di obyek yang essential terhadap kelangsungan hidup manusia.

Theo berkata hukum humaniter internasional menjamin perlindungan khusus bagi rumah sakit selama konflik bersenjata. Rumah sakit, termasuk fasilitas dan unit kesehatan, tidak boleh diserang. “Pihak yang berperang juga dilarang menyerang tenaga medis.”

Maka dari itu, Theo meminta TPNPB-OPM untuk tidak lagi melakukan penembakan di house rumah sakit. “Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat agar menghargai dan meghormati serta tunduk pada hukum humaniter internasional,” kata Theo.

Insiden penembakan terjadi di depan RSUD Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada Rabu malam, 28 Mei 2025. Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, mengklaim ada dua aparat yang menjadi korban penembakan. Sementara Satgas Damai Cartenz menyebut hanya ada satu anggota kepolisian yang tewas dalam peristiwa itu.

Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Penjelasan TNI Setelah Dituding Tambah Pasukan ke Wamena

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *