Discussion board Dekan FH Perguruan Tinggi Muhammadiyah Minta Pemerintah Setop Operasi PT Gag Nikel di Raja Ampat
TEMPO.CO, Jakarta – Discussion board Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FH PTM) se-Indonesia mendesak pemerintah menghentikan secara permanen seluruh aktivitas pertambangan nikel oleh PT Gag Nikel di Raja Ampat. FH PTM juga meminta pemerintah mencabut segala izin tambang di Raja Ampat.
Ketua Umum Discussion board Dekan Fakultas Hukum dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia Faisal Piliang mengatakan, aktivitas pertambangan di Raja Ampat bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Pasal 35 huruf ok Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menegaskan, pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil, dilarang ada aktivitas tambang.
“Dilarang menambang pada wilayah ekologis yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya,” kata dia dalam keterangan resmi, Sabtu, 14 Juni 2025.
Menurut dia, larangan ini bersifat mutlak bila kegiatan pertambangan berpotensi menimbulkan kerusakan. Apalagi, karakter ekologis Raja Ampat sangat rentan. Setiap aktivitas tambang mineral akan memenuhi unsur-unsur larangan dalam pasal tersebut.
“Oleh karena itu, setiap izin yang pernah diterbitkan dan aktivitas yang masih berlangsung adalah bentuk pelanggaran hukum positif,” kata dia.
Selain itu, dia mengatakan, larangan melakukan kegiatan tambang di wilayah pesisir diperkuat dengan putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahayanya pertambangan mineral di pulau-pulau kecil.
MK, kata dia, menggarisbawahi bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan pulau kecil sangat terbatas, sehingga eksploitasi tambang dapat menimbulkan kerusakan yang tidak bisa pulih.
Putusan ini secara eksplisit mengafirmasi bahwa aktivitas semacam itu melanggar prinsip kehati-hatian (precautionary concept) dan prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational justice), yang merupakan pilar utama dalam hukum lingkungan trendy dan hak asasi manusia.
“Negara wajib melindungi hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat,” kata dia.
Selain itu, dia menilai, konflik ini bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga merupakan isu hak asasi manusia (HAM). Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, serta perlindungan terhadap tanah adat yang tertuang dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut di Raja Ampat secara langsung merampas hak hidup masyarakat lokal.
“Melanggar hak masyarakat adat yang menggantungkan diri pada sektor perikanan dan pariwisata berbasis alam. Pencemaran lingkungan, hilangnya mata pencaharian, dan potensi terusiknya ruang hidup masyarakat adat adalah bentuk nyata dari pelanggaran HAM yang disponsori oleh kepentingan ekonomi sesaat,” kata dia.
Dia mengatakan, berlanjutnya operasi PT GAG Nikel, meski telah ada landasan hukum yang kuat untuk melarangnya, menunjukkan adanya kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan oleh negara. Bagi Faisal, ini mencerminkan abainya pemerintah terhadap amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan. “Negara seharusnya hadir sebagai pelindung utama kelestarian lingkungan dan hak-hak warganya, bukan justru memfasilitasi kegiatan yang destruktif,” kata dia.
Pemerintah tetap mengizinkan tambang PT Gag Nikel beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, meski dikritik oleh publik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah memutuskan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat. Mereka yang dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Bahlil mengungkapkan, PT Gag tetap diizinkan beroperasi karena berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, perusahaan mematuhi aturan lingkungan hidup dan tata kelola limbah yang baik sesuai analisis mengenai dampak lingkungan hridup (Amdal).
“Dan tadi kan sudah lihat foto-fotonya pas meninjau itu. Alhamdulillah sesuai dengan Amdal. Sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul. Arahan Bapak Presiden kita harus awasi betul lingkungannya. Sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam tulisan ini.