Alasan Timwas Haji Nilai KBIH Perlu Dilibatkan dalam Revisi UU Haji
PEMERINTAH bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyiapkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah atau UU Haji. RUU Haji masuk dalam daftar program legislasi nasional atau prolegnas prioritas 2025 dan diharapkan dapat memperkuat tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR dan anggota Tim Pengawas atau Timwas Haji DPR 2025 Abidin Fikri mengatakan selain UU Haji, pemerintah dan DPR juga sedang menyiapkan revisi Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji.
Seperti dikutip dari Antara pada Senin, 9 Juni 2025, Abidin mengatakan pemerintah dan DPR menilai revisi kedua undang-undang tersebut menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan ekosistem haji Indonesia yang adaptif terhadap kebijakan terbaru dari pemerintah Arab Saudi.
“Dua undang-undang ini akan diubah secara sinergis. Kami perlu mendalami lebih jauh agar revisi yang dilakukan bisa menyesuaikan dengan kebijakan terbaru dari Arab Saudi, termasuk soal visa nonhaji yang kini dilarang masuk ke kota suci,” ujar Abidin dalam keterangannya pada Senin, 9 Juni 2025.
Timwas Haji: Keterlibatan KBIH Penting dalam Revisi UU Haji
Ketua Timwas Haji DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menilai keterlibatan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) bernilai penting dalam proses revisi UU Haji.
Dia menuturkan keterlibatan KBIH pada pembahasan revisi UU Haji itu merupakan bagian dari prinsip partisipatif dan bagian dari upaya menjamin penyelenggaraan ibadah haji ke depan semakin inklusif, tertib, dan berorientasi pada pelayanan jemaah.
“Mereka memberikan pembelajaran manasik selama setahun, bukan hanya 10-11 kali pertemuan. Mereka paham betul seluk-beluk ibadah haji dan membimbing langsung di Tanah Suci. Ini yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh pemerintah,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 16 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Wakil Ketua DPR ini menegaskan keberadaan KBIH harus tetap dipertahankan dengan langkah peningkatan koordinasi. Menurut Cucun, kemunculan sejumlah keluhan perihal monopoli lokasi tenda oleh KBIH di Arafah dan Mina bisa diatasi dengan ketegasan dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
“Kalau ada KBIH yang suka monopoli tempat, itu tinggal penegasan dari PPIH. Semua pihak harus sadar bahwa tempat di Arafah dan Mina ini terbatas. KBIH juga harus saling menghargai dan toleransi antarsesama,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sejumlah Usulan Perubahan dalam Revisi UU Haji
Terdapat sejumlah usulan perubahan yang akan masuk dalam revisi UU Haji yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR.
Anggota Timwas Haji DPR Marwan Dasopang mengatakan masih banyak jemaah calon haji Indonesia yang berangkat melalui jalur haji furoda belum memperoleh visa meski waktu telah mendekati puncak ibadah haji.
“Soal furoda tentu dipertimbangkan untuk masuk pada bahasan revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU),” kata Ketua Komisi VIII DPR itu melalui pesan pendek pada Jumat, 30 Mei 2025.
Politikus PKB ini menjelaskan pertimbangan memasukkan haji furoda dalam revisi tersebut didasari agar pemerintah dan DPR bisa terlibat dalam program haji furoda. Tujuannya, agar pelaksanaan dan pengawasan berjalan lebih optimum.
Adapun Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mengatakan layanan syarikah atau perusahaan pelayanan haji dan masalah perlindungan jemaah haji nonkuota atau haji furoda harus dievaluasi untuk penyusunan revisi UU Haji.
Singgih menuturkan pemerintah belum dapat menjamin perlindungan bagi jemaah calon haji yang berangkat melalui jalur visa nonkuota, seperti visa furoda atau undangan khusus (mujamalah) karena belum adanya dasar hukum yang jelas.
Politikus Partai Golkar ini menyebutkan skema itu masih berjalan dalam sistem trade to trade antara perusahaan trip Indonesia dan pihak syarikah di Arab Saudi. Dia menegaskan DPR sedang mendorong agar warga negara yang berangkat haji lewat jalur nonkuota tetap mendapatkan perlindungan hukum dan layanan yang layak.
“Nanti insyaallah dalam undang-undang yang baru semua itu akan terwadahi,” ujar anggota Timwas Haji DPR itu dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Jumat, 30 Mei 2025.
Sebelumnya, Marwan Dasopang menuturkan UU Haji yang sudah berlaku sejak 2019 sudah tidak relevan dengan penyelenggaraan haji masa kini. Di antaranya, perihal kelembagaan dan penyelenggaraan ibadah haji. Mengenai kelembagaan, kata dia, UU Haji nantinya perlu menegaskan penyelenggaraan haji menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Haji (BP Haji) atau bahkan badan tersebut diubah menjadi kementerian.
Menurut Marwan, urusan haji sudah tidak relevan apabila diatur oleh Kementerian Agama, mengingat kementerian itu bertugas pula mengurusi persoalan lain, seperti bimbingan masyarakat dan pendidikan agama. “Harus ada satu lembaga yang menangani,” ujarnya pada Selasa, 8 April 2025.
Perihal penyelenggaraan, Marwan menuturkan revisi UU Haji perlu memuat penyelesaian masalah antrean haji yang panjang di Tanah Air. Dia mencontohkan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, masa tunggu bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah haji mencapai 49 tahun. Kondisi tersebut membuat masyarakat yang berusia lanjut merasa kehilangan harapan menjalankan ibadah haji.
Adapun Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Wachid mengungkapkan revisi UU Haji akan menitikberatkan pada beberapa aspek krusial, termasuk pengelolaan asrama haji, penugasan petugas haji, dan investasi dana haji di Arab Saudi.
Dia berpandangan kebutuhan investasi jangka panjang di sektor perhotelan dan katering perlu diatur dalam revisi UU Haji untuk meningkatkan nilai manfaat bagi jemaah.
“Perubahan ini menyerap aspirasi terkait perkembangan di Arab Saudi, termasuk kontrak, lodge, katering, dan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Arab Saudi kini membutuhkan kontrak jangka panjang, tidak lagi tahunan,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Andi Adam Faturahman dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Reaksi atas Prabowo Ambil Alih Penyelesaian Sengketa 4 Pulau