DPR Klaim Proses Pembuatan UU TNI Telah Melalui Mekanisme Hukum Acara
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi bidang Pertahanan DPR Utut Adianto mengklaim, jika proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI telah memenuhi seluruh unsur dan mekanisme yang diperlukan.
Ia mengatakan, sebagaimana kesesuaian asas pembentukkan perundang-undangan, Komisi bidang Pertahanan DPR telah memenuhi asas kedayagunaan dan hasil kegunaan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi.
“Prosesnya telah melalui sejumlah mekanisme hukum acara,” kata Utut dalam sidang gugatan uji formil UU TNI di gedung MK, Senin, 23 Juni 2025.
Dengan terpenuhinya asal serta mekanisme, dia melanjutkan, tak ada asas yang dilanggar dalam proses pembentukkan UU TNI oleh DPR. Apalagi, kata politikus PDIP itu, DPR juga memenuhi kewajiban untuk menyelenggarakan partisipasi bermakna.
Partisipasi bermakna yang dimaksud, Utut menjelaskan, ialah dengan menyelenggarakan rapat dengar pendapat umum atau RDPU dengan para ahli dan masyarakat.
Karenanya, dalam petitum DPR, dia menyatakan, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sehingga permohonan a quo dinyatakan tidak dapat diterima.
“Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima,” ujar politikus PDIP itu.
Adapun, Mahkamah mengagendakan sidang lanjutan gugatan UU TNI yang diajukan mahasiswa dari berbagai kampus dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Berdasarkan jadwal sidang di situs mkri.identification sidang dengan schedule mendengarkan keterangan DPR dan Presiden ini akan digelar serentak pada hari ini, Senin, 23 Juni 2025 pukul 09.00 WIB.
Perkara yang akan disidangkan hari ini, antara lain perkara nomor 45, 56, 69,75, dan 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia, FH Universitas Padjajaran, FH Universitas Gadjah Mada, dan koalisi masyarakat sipil.
Sebelumnya, Kuasa hukum mahasiswa FH UI Abu Rizal Biladina mengatakan, gugatan uji formil UU TNI dilayangkan lantaran proses pembentukkannya yang dinilai inskonstitusional.
“Proses pembentukkannya sangat janggal dan tergesa-gesa,” kata Rizal saat ditemui Pace di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat, 21 Maret 2025.
Kejanggalan itu, kata dia, dapat dilihat pada bagaimana DPR mengabaikan tata cara pembentukkan dan penyusunan aturan perundang-undangan.
Menurut dia, dalam proses pembentukkan aturan perundang-undangan telah diamanatkan oleh Undang-Undang tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan atau P3 untuk mematuhi asas-asal yang berlaku.
Asas tersebut, Rizal mengatakan, adalah asas keterbukaan yang dalam hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh DPR dalam pembahasan revisi UU TNI, Maret lalu.
“DPR tidak memberikan atau mempublikasikan naskah akademis sebelum UU ini disahkan, sehingga jelas ini adalah bentuk pelanggaran,” ujar dia.