Anggota DPR Bilang Rekrutmen 24 Ribu Tamtama TNI untuk Penambahan 5 Kodam
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto Sah mengungkap tujuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) merekrut 24.000 tamtama sepanjang 2025. Utut mengatakan komisinya telah mendapat laporan dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak.
“Mengenai 24.000 tamtama yang akan direkrut, memang ada kebutuhan,” ujar Utut di Kompleks Parlemen DPR/MPR, Jakarta, pada Senin, 16 Juni 2025. “Sudah dipresentasikan di Komisi I, akan adanya penambahan lima kodam.”
Utut berujar kini TNI sedang mempertimbangkan di mana saja lima titik komando daerah militer itu. Penentuan lokasi itu diputuskan sesuai kebutuhan dan persiapan untuk masa depan. “Jadi kalau ada angka 24.000 biar nanti dijelaskan, mau ditempatkan di mana saja. Kami kan enggak bisa bilang ini enggak cocok, ini enggak pas,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Utut meminta agar publik tidak memperdebatkan perekrutan tersebut secara berlarut-larut. Alasannya, jika dikemukakan dengan cara yang baik, maka hasilnya akan baik pula. “Jadi sekali lagi, kami ke depan di Republik ini idealnya bicara yang baik. Kalau ada pertentangan, ya diselesaikan begitu.”
Rencananya, 24 ribu prajurit yang hendak direkrut pada 2025 itu akan ditempatkan di batalion teritorial pembangunan yang hendak dibentuk. Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudha sebelumnya mengatakan bahwa prajurit yang direkrut bukan untuk kepentingan tempur. Secara khusus mereka bertugas untuk mengurus kompi pertanian, peternakan, kesehatan, hingga zeni.
Menurut Kementerian Pertahanan, TNI AD memiliki landasan kuat dalam merancang rencana perekrutan tentara dengan pangkat prajurit itu. “TNI sudah menghitung, sejauh mana dibutuhkan, apalagi dengan saat ini komposisi personel kami kan belum preferrred,” ujar Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemenhan Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, di Jakarta Pusat, Jumat, 13 Juni 2025.
Frega meyakini para prajurit juga akan dilatih untuk bertempur karena itu merupakan bagian dari tugas pokok pertahanan. Adapun soal pelatihan medis dan bercocok tanam, Frega menyebut itu merupakan tugas resmi yang diemban TNI.
Ia mencontohkan misalnya satuan TNI yang bertugas di dinas kesehatan serta adanya kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk program swasembada pangan. Sehingga ia menyimpulkan pembentukan batalyon teritorial pembangunan tak menyalahi aturan.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang kebijakan ini menyimpang dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang TNI.
“TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang. Bukan untuk mengurus urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ujar koalisi dalam pernyataan pers pada Senin, 9 Juni 2025.
Koalisi menyebut perekrutan dan pelibatan TNI dalam urusan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pelayanan kesehatan sebagai bentuk kegagalan dalam menjaga batas demarkasi antara urusan sipil dan militer. Merujuk pada UUD 1945 dan UU TNI, pembatasan terhadap TNI jelas adanya sehingga TNI tak memiliki kewenangan untuk turun tangan dalam urusan-urusan sipil tersebut.
Pilihan Editor: Jalan Panjang Suku Adat Menentang Tambang Raja Ampat