Komisi Hukum DPR Bakal Bahas Draf Tandingan RUU KUHAP dari Koalisi Masyarakat Sipil
TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hinca Panjaitan menyatakan komisinya bakal mempelajari draf tandingan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disusun oleh koalisi masyarakat sipil.
Saat rapat dengar pendapat umum, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mewakili koalisi masyarakat sipil secara resmi menyerahkan draf alternatif rancangan Undang-Undang KUHAP ke Komisi Hukum DPR. “Draf sudah diterima, nanti kami bahas,” ucap politikus Partai Demokrat itu seusai rapat, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin sore, 21 Juli 2025.
Menurut Hinca, pengalaman YLBHI mendampingi kasus pidana menjadi masukan penting dalam penyusunan revisi KUHAP. Sebab, yayasan bantuan hukum itu sudah berdiri lebih dari lima dekade, yakni sejak 1970. “Gunakanlah datamu, agar itu kami pakai alat untuk mengkoreksi pasal-pasalnya. Misalnya kalau ada penanganan tersangka meninggal. Kenapa meninggal? Bagaimana ini? Itu lesson discovered-nya di situ,” ujar Hinca.
Adapun Ketua YLBHI Muhammad Isnur sebelumnya menyerahkan draf tandingan yang dijilid dengan sampul biru tua kepada Komisi III DPR. Dia mengatakan draf ini merupakan bukti keseriusan koalisi masyarakat sipil untuk mengawal dan memastikan proses revisi KUHAP berjalan baik.
“Saking seriusnya, kami juga menyiapkan, bahasanya, walaupun mungkin Pak Ketua agak tersinggung, atau gimana. Kami merumuskan bagaimana solusi utuhnya,” kata Isnur di hadapan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dan jajarannya dalam rapat dengar pendapat umum.
Draf alternatif ini, ujar Isnur, berisi pengaturan-pengaturan yang dibuat berdasarkan standar versi lembaga bantuan hukum hingga masyarakat sipil.
Isnur menyebut draf tandingan itu tidak dibuat dalam waktu singkat, melainkan sudah dirumuskan selama belasan tahun. “Bukan hanya setahun, tapi belasan tahun dan diambil dari pelajaran-pelajaran yang kami lakukan. Pun draf ini masih ada kekurangan, kami akan perbaiki,” tutur Isnur.
Pembahasan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bergulir di parlemen. Pada Selasa, 8 Juli 2025, Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan Kementerian Sekretariat Negara menggelar rapat kerja perdana. Dalam time table rapat hari itu, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menyerahkan naskah daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP secara resmi.
Namun pada hari yang sama, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP merilis draf tandingan sebagai bentuk perlawanan terhadap revisi KUHAP versi DPR dan pemerintah. Draf RUU KUHAP itu disusun secara kolektif oleh puluhan organisasi atau lembaga pegiat hukum.
Adapun beberapa organisasi yang terlibat meliputi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Institute for Felony Justice Reform (ICJR), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Amnesty World Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).
Koalisi menilai bahwa selama proses legislasi, draf resmi RUU KUHAP telah menunjukkan kecenderungan otoritarian, memperluas kewenangan aparat tanpa kontrol efektif, dan mengecilkan peran korban, pendamping hukum, serta warga negara dalam proses peradilan pidana. Koalisi menyebut draf setebal lebih kurang 225 halaman yang mereka susun itu sebagai “kontrapropaganda hukum” atas legislasi bermasalah.